BAB I
PENDAHULUAN
Ayat pertama yang
diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya ilmu
pengetahuan (sains): “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhan
mu
lah yang Paling Pemurah.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. al-Alaq/ 96: 1-5)”.
Dan Hadits yang riwayat Baihaqi yang berbunyi: “Sesungguhnya aku (Rasulullah
SAW) diutus untuk menyempurnakan akhlak” barangkali bisa melegitimasi bahwa
pembangunan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education)
merupakan pilar penting untuk membangun pondasi sebuah bangsa yang kuat. Bangsa
yang maju, berkembang
dan memiliki peradaban.
Betapa
suci dan mulianya agama Islam yang memiliki ajaran menata perilaku manusia agar
hidup lebih baik, menempatkan posisi manusia agar menjadi manusia yang
berakhlak mulia. Al-Quran dan Al-Hadist disamping menjadi penata perilaku
manusia disisi lain dapat menjadikan manusia menjadi pemikir yang intelektual
karena Islam selain mengajarkan ketaatan juga mengajarkan untuk dapat
memperhatikan dan mempelajari segala peristiwa alam yang terjadi disekitar.
Peristiwa-peristiwa
alam yang terjadi dan dipelajari tersebut melahirkan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam yang kemudian muncul cabang-cabang ilmu pengetahuan atau
disebut dengan sains. Pemikiran sains dalam Islam tentu berbeda dengan
pemikiran sains dalam dunia Barat (Eropa), karena pemikiran sains dalam Islam
mengkaji peristiwa alam terkait dengan Al-Quran dan Al-Hadist sementara
pemikiran sains Eropa hanya mengkaji peristiwa alam semata tanpa berlandaskan
Al-Quran dan Al-Hadist.
Sejalan
dengan kondisi perkembangan sains antara Islam dengan sains Eropa dan pengaruh globalisasinya, westernisasi dan berbagai ideologinya tersebar ke
seluruh dunia. Komunitas muslim sudah
sulit untuk membedakan antara identitas sains Islam dan sains Eropa. Begitu
mengakarnya disetiap sendi kehidupan berakibat pada terjadinya pengkaburan
paradigma, cara pandangterhadap sains Islam. Sehingga banyak di antara kita
yang sulit untuk mengidentifikasibahkan takut terhadap identitas kita sendiri.
Tidak sedikit cendekiawan muslim yang canggungterhadap sifat Islam terutama
pada ilmu sosiologi, fisika, psikologi, politik, dan ilmu ekonomi.Dampak dari
hilangnya identitas itu dapat diamati dari berbagai pernyataancendekiawan
muslim. Jamaluddin al Afghani seorang tokoh pembaharu misalnya
mengatakan,”Barang siapa melarang belajar sains dan ilmu pengetahuan dengan
alasan untuk menjaga agama Islam, maka ia adalah musuh agama yang
sebenarnya.”Islam adalah agama yang paling dekat dengan sains dan ilmu
pengetahuan bahkan tidak adaketidaksesuaian dengan ilmu pengetahuan dasar-dasar
agama.
Meskipun
demikian idealisnya agama Islam, ternyata masih banyak sebagian kalangan para
ulama yang memperbincangkan antara agama dengan sains. Perbincangan ini karena adanya
pemahaman yang berbeda, ada
sebagaian para ulama yang setuju dengan adanya pemikiran sains dalam Islam
namun ada sebagaian lagi yang kurang setuju tentang adanya sains tersebut.
Perkembangan sains dan teknologi pada masa modern
ini membuat seluruh dunia khususnya Indonesia untuk ikut melakukan perubahan
pada peradabannya menuju peradaban yang lebih baik lagi. Negara Indonesia juga
berusaha melakukan revolusi seperti yang dilakukan oleh negara-negara Eropa
pada umumnya. Terlebih lagi Indonesia mempunyai falsafah negara, yang biasa
disebut dengan “tiga kesaktian bangsa”, yaitu berdaulat di bidang politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Ini cukup
mendukung menuju revolusi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan
Mental
Kesehatan mental yang wajar adalah pada kesanggupan seseorang
memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya
berinteraksi dengan orang-orang lain dan menghadapi suasana-suasana yang
memerlukan pengambilan keputusan.
Definisi ini yang sesuai dengan teori behaviorisme. Sehingga manusia
menjadi susunan-susunan (stucture) berbagai unit-unit kecil yang masing-masing
mengandung pertalian antara perangsang dan reaksi, dan konsep kebiasaan juga
menempati tempat yang penting. Sebab kebiasaan itu adalah susunan yang terdiri
daripada unit-unit ini. Sehingga proses pendidikan mempunyai peranan khusus.
Malah proses pendidikan itulah merupakan titik tolak dari mana penganut
behaviorisme memandang untuk memahami tingkah laku manusia.[1]
Menurut Boehm,
kesehatan mental adalah keadaan dan paras dinamisme seseorang dari segi sosial
yang membawa kepada pemuasan kebutuhan-kebutuhan.[2]
Jadi kesehatan mental di sini adalah keadaan seseorang yang menentukan
dinamisme sosialnya. Paras dianamisme sosial seseorang adalah kesanggupannya
berinteraksi dan memberi pengaruh pada kumpulan dan kesanggupannya merespon
yang dinamis dan berhasil dengan kumpulan, di mana ia berada dan bagaimana
respon itu memuaskan kebutuhannya.
Anggapan ini berdasar
pada kebudayaan Amerika, dapat dirasakan oleh orang yang hidup dalam budaya
amerika, dimana hubungan–hubungan sosial berdasar atau sejauh mana
hubungan-hubungan ini memuaskan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Seorang Amerika
dianggap berhasil, dinamis dan produktif selama ia berhasil menciptakan
hubungan-hubungan sosial dan menggunakannya untuk mencapai tujuan-tujuannya,
sedang ini semua adalah hal-hal yang diterima oleh masyarakat.[3]
Ukuran ilmiah bagi
kesehatan mental adalah keserasian batin yang disertai dengan penyesuaian diri
yang baik dengan lingkungan, sehingga membawa kepada rasa bahagia dan rasa mampu
semaksimal mungkin kita harus mengetahui dan mengatakan bahwa kelainan-kelainan
itu tidaklah sinonim dengan gangguan kejiwaan dalam segala tingkatnya.[4]
Dalam hal ini, tidak dapat pula menganggap bahwa kesehatan mental, hanya
sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan
masyarakat itu, tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu
secara otomatis.[5]
B. Pendekatan
Saintifik
Pendekatan scientific pertama kali
diperkenalkan di Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada
pendekatan laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah
(Hudson, 1996:115).
Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ada juga yang
menjadikan sebagai metode. Namun, karakteristik dari pendekatan scientific ini tidak berbeda dengan metode scientific. Menurut Nur (dalam Ibrahim,
2010:3), pendekatan atau metode scientific
adalah pendekatan atau metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur
yaitu jalur akal (nalar) dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari
pendekatan scientific adalah
penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha
sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan
demikian, ciri khas pendekatan scientific
adalah pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan.
Dalam bukunya Husain
bahwa Khun menggunakan istilah ‘paradigma’ untuk menunjukkan suatu cara
berpikir, model, pandangan-dunia, dan metodologi yang dianut bersama oleh
sebuah komonitas ilmuan dalam zaman tertentu. Dalam pandangan khun, sains
berkembang secara revolusioner bukan evolusioner, artinya perkembangan itu
bersifat paradigmatis bukan kumulatif. Khun menyatakan “revolusi ilmiah adalah
perubahan paradigma. Perubahan paradigma adalah perubahan cara pandang dan pola
pikir”.[6]
Sama halnya yang
terjadi di Iran, perkembangan sains dan teknologi di Iran bisa dilihat dari dua
perspektif, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, dalam
pengertian produktivitas ilmiah, Iran tercatat sebagai negara yang tercepat
pertumbuhannya. Sedangkan secara kualitatif, lompatan besar saintifik Iran
berlangsung dalam situasi yang penuh kesulitan dan kontra-zaman. Situasi yang
penuh kesulitan itu adalah kondisi ekonomi dan sosial politik global yang
menghadang dan menentang kemajuan iran sebagai sebuah negara republik Islam.[7]
Agar paradigma itu
dapat diterima oleh semua elemen dan melakukan pekerjaan itu lebih efektif
harus ada semacam debat dan juga memperjelas kepada para ilmuan yang lain agar
bisa yakin mereka berada di jalan yang memotivasi para ilmuan, sehingga para
ilmuan dapat menyelediki gejala yang lebih rinci dan menggunakannya lebih
sistematis dan logis dari pada yang dilakukan oleh ilmuan lain.[8]
Jadi paradigma
merupakan kesamaan pandang keilmuan yang didalamnya mencakup asumsi-asumsi,
prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima oleh sekelompok ilmuan
dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang tetap. Siapa
pun yang berupaya untuk melukiskan atau menganalisis revolusi tradisi sains tertentu
akan perlu mencari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang semestinya akan bisa
diterima dikalngan masyarakat.
Untuk menemukan
hubungan antara kaidah, paradigma, dan sains yang normal perhatikan lebih dulu
bagaimana sejarahwan mengisolasi tempat-tempat tertentu dari komitmen yang baru
saja diuraikan sebagai kaidah-kaidah yang diterima.[9]
Pemilihan di antara paradigma-paradigma yang bersaingan ternyata merupakan
pemilihan di antara modus-modus kehidupan masyarakat yang bertentangan.
Mula-mula hanya krisis
yang mengurangi peran paradigma-paradigma. Dalam jumlah yang meningkat,
orang-orang menjadi semakin terasing dari kehidupan politik dan berprilaku
semakin bertambah eksentrik di dalamnya. Namun peran itu bergantung pada apakah
revolusi itu merupakan peristiwa yang sebagian ekstrapolitis atau
ekstrainstitusional.[10]
Dalam evolusi sains,
pengetahuan yang baru harus menggantikan ketaktahuan, bukan menggantikan
pengetahuan jenis yang lain dan yang tidak selaras.[11]
Oleh karena itu, revolusi saintifik ini sangat mendukung demi kemajuan suatu
negara walaupun dalam masa pemerintahan berikutnya berbeda namun ketika
revolusi saintifik ini sudah berkembang sangat sulit untuk mengubahnya karena
dengan majunya negara ke era global ataupun asean maka diperlukan suatu teknologi
yang canggih dan pendidikan yang memadai didasari iman dan takwa.
Secara umum peranan
sains dan teknologi adalah untuk, a) meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahtraan masyarakat, b) meningkatkan daya saing bangsa, c) memperkuat
kesatuan dan persatuan nasional, d) mewujudkan pemerintahan yang transparan, e)
meningkatkan jati diri bangsa di tingkat internasional.[12]
C. Sains Dalam
Islam
Sains
adalah pengetahuan tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya adalah
botani, fisika, kimia, geologi dan biologi. Bisa juga dikatakan
pengetahuan sistematis yang diperoleh dari observasi penelitian dan uji coba
yang mengarah pada penemuan sifat dasar atau prinsip sesuatau yang diteliti. Pendekatan
Islam mengakui keterbatasan akal manusia serta mengakui sains berasal dari
Tuhan.
Sains di
zaman modern saat ini berkembang begitu pesat sedangkan agama bergerak begitu
lambat sehingga agama tidak mampu mengikuti kemajuan yang dicapai oleh sains. Sehingga
hal ini dapat menyebabkan terjadinya pertentangan, dalam membahas masalah
pertentangan antara agama dan sains maka perlu diketahui tentang hakikat agama
itu sendiri.
Pada
hakikatnya tidak semua yang terdapat dalam agama bersifat mutlak dan kekal. Ajaran
agama dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni ajaran yang bersifat statis dan
ajaran agama bersifat dinamis. Ajaran agama dalam kitab suci yang bersifat
statis merupakan wahyu Tuhan yang absolut atau mutlak yang tidak berubah dan
tidak boleh berubah. Sehingga ajaran yang diwahyukan tersebut memerlukan
penjelasan atau penafsiran.Sedangkan ajaran agama yang bersifat dinamis
merupakan hasil pemikiran manusia yang dapat berubah dan boleh diubah menurut
perkembangan zaman.
Jika ada
anggapan yang mengatakan bahwa semua ajaran agama bersifat absolut atau mutlak
itu tidak tepat, karena ajaran agama di samping bersifat mutlak di sisi lain
ajaran agama bersifat nisbi yang dapat berubah dan boleh diubah. Jika ajaran
agama hanya bersifat mutlak maka akan sulit mengikuti perkembangan modern
bahkan banyak mengalami benturan dalam sains. Namun sebaliknya jika ajaran
agama bersifat nisbi atau dinamis maka akan dengan mudah dapat mengikuti
perkembangan sains dan modernisasi.
Dalam
konteks Islam, ajaran yang diemban oleh Nabi Muhammad saw memiliki ajaran agama
yang statis dan dinamis. Ajaran agama yang bersifat statis yang tidak dapat
berubah dan tidakboleh diubah dalam Islam adalah wahyu Allah yang terdapat
dalam kitab suci Al Quran yang mengandung 6.236 ayat, diturunkan di Mekah
dan Madinah.Ayatyang diturunkan di Mekah sebanyak 4.780 ayat, sebagaian
besar menerangkan tentang keimanan.Sedangkan ayat yang diturunkan di Madinah
sebanyak 1.456 sebagian besar menerangkan tentang kehidupan bermasyarakat.
Sementara
ajaran agama yang bersifat dinamis yang dapat berubah dan boleh diubah dalam
Islam adalah ayat-ayat yang menerangkan tentang fenomena-fenomena alam atau
disebut dengan ayat kauniyah yakni ayat yang berkenaan dengan
kejadian alam.Ayat yang menjelaskan tentang fenomena alam ini
mengandung perintah agar manusia banyak memperhatikan dan memikirkan alam
sekitarnya seperti kejadian adanya hujan, pertukaran siang dan malam, peredaran
planet dan sebagainya[13].
Penelitian
ilmiah tentang fenomena-fenomena alam dan sebab-sebab adanya fenomena-fenomena
tersebut secara berangsur-angsur menarik perhatian beberapa peneliti terhadap
suatu problem baru.Dalam penelitian mereka, mereka menemukan bahwa
setiap fenomena alam terwujud berkat sejumlah sebab. Pada waktu
bersamaan, setiap sebab ini sendiri merupakan fenomena alam, sebab-sebab adanya
tersebut juga haruslah ditemukan. Jika sebab-sebab adanya fenomena-fenomena
alam ini tidak lain hanyalah serangkaian, maka haruslah juga dicari sebab-sebab
adanya serangkaian fenomena alam tersebut[14].
Fenomena
alam seperti hujan adalah ayat kauniyah yang dapat melahirkan sains dan
berkembang selaras dengan perkembangan zaman. Karena hujan merupakan proses
yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang menyebabkannya pun termasuk hal-hal
yang tidak dapat dikontrol oleh makhluk dan hujan terjadi melalui sejumlah reaksi
alamiah dan kimia yang belum diketahui sepenuhnya.di sini sudah
jelas, bahwa turunnya hujan pada hakikatnya adalah rahasia alam yang tidak
dapat diketahui kecuali hanya Allah swt. Meskipun demikian, para ilmuwan
berusaha untuk memahami bagaimana proses pembentukan dan penurunan hujan dari
ragam awan yang mengandung uap air dan buliran-buliran kecil air[15].
Kelebihan
manusia atas makhluk hidup lainnya senantiasa berupa bahwa penghargaan manusia
terhadap pengetahuan tidak berhenti pada tataran dasar dan manusia selalu berupaya
meningkatkan pemahaman serta pengetahuannya. Pengalaman historis yang ekstensif memperlihatkan bahwa
manusia berambisi mendapatkan pengetahuan yang semakin lebih tinggi dan tidak
ingin membatasinya[16].
Namun
perlu diperhatikan bahwa seperti yang terdapat pada agama umumnya, di kalangan
umat Islam ada kecenderungan keras anggapan ijtihad atau pemikiran ulama
bersifat absolut. Sehingga pengertian tentang ajaran agama tidak lagi bisa
dibedakan dengan ajaran yang bersifat dinamis, yang dapat berubah. Pemahaman
pendapat demikian dikenal dengan nama tradisional, yakni segolongan yang ingin
mempertahankan penafsiran-penafsiran dan pemahaman-pemahaman lama. Namun di
sisi lain terdapat segolongan modernis yakni pembaharu yang ingin mengadakan
pemahaman dan interpretasi baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Jika
golongan pembaharu dapat berkembang dalam masyarakat maka pertentangan antara
agama dengan sains tidak akan menjadi konflik seperti pada golongan
tradisional. Penafsiran-penafsiran dan nilai-nilai lama karena tidak bersifat
absolut maka dapat berubah dan boleh diubah sesuai dengan perkembangan dalam
masyarakat.Seperti adanya emansipasi wanita yang telah juga membawa perubahan
kedudukan wanita dalam pandangan beberapa kalangan ulama. Wanita tidak lagi
dipandang rendah, wanita tidak boleh belajar bersama-sama kaum lelaki, pengertian
lama bahwa wanita adalah sumber fitnah. Dalam pemahaman Islam pada
masa lampau, semua itu tidak dibolehkan. Paham tentang qadha’ dan qadar serta
sifat fatalisme masa lampau juga telah menurun diganti oleh paham ikhtiar
manusia yang dikaitkan dengan hukum alam ciptaan Tuhan dan paham sebab akibat
serta evolusi. Selain itu, nasionalisme ajaran agama yang bersifat absolut
mulai menggeser paham lama yang menyandarkan segala-galanya kepada wahyu Tuhan
dan ajaran agama[17].
Sumber
agama adalah wahyu sementara sumbersains adalah hukum alam ciptaan Tuhan
yaitu sunatullah, sedangkan keduanya berasal dari sumber yang satu,
yakni dari Allah swt. Maka antara wahyu dan sains tidak bisa
diadakan pertentangan. Ayat kauniyah dalam Al-Quran merupakan ayat yang
mengajarkan manusia agar memperhatikan fenomena alam sehingga mendorong
ulama-ulama Islam dizaman Klasik untuk mempelajari dan meneliti tentang
fenomena alam tersebut.
Awal
berkembangnya sains ini mulai berkembang pada anatara abad ke delapan dan
ketiga belas Masehi. Perkembangannya dimulai dari penerjemahan buku-buku Yunani
ke dalam bahasa Arab yang berpusat di di Baqhdad. Pergerakan penerjemahan ini
di antaranya ilmu kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botanika, optika,
astronomi di samping filsafat dan logika.Karangan buku yang diterjemahkan
adalah karangan-karangan Galinos, Hipocrates, Plolemeus, Euclid, Ploto,
Aristoteles dan lain sebagainya.Buku tersebut dipelajari oleh para
ulama-ulama Islam yang berkembang dibawah pengaruh kekhalifahan Bani ‘Abbas
sehingga muncul ilmu tentang hitung, ilmu ukur, aljabar, ilmu falak, ilmu
kedokteran, ilmu kimia, ilmu alam, ilmu bumi, ilmu sejarah serta ilmu Bahasa
dan Sasra Arab.
Para ulama
Islam di zaman klasik tidak hanya menguasai ilmu dan filsafat dari pearadaban
Yunani kuno, tetapi para ulama juga mengembangkan hasil penyelidikannya
tersebut ke dalam sains. Dengan demikian muncullah para ilmuan Islam hingga
didirikannya berbagai universitas di antaranya Universitas Cordova di Andalusia
(Spanyol), Universitas Al-Azhar di Kairo Universitas Al-Nizamiah di Baghdad dan
Universitas lainnya[18].
Sains yang
pertama menarik para Ulama adalah ilmu kedokteran yakni ‘Ali bin Rabbah
Al-Thabrani pada tahun 850 M mengarang KitabFirdaus Al-Hikmah. Abu
Bakar Muhammad bin Zakariya Al-Razi (865-925 M.) di Eropa dikenal dengan nama
Rhazes mengarang Kitab Al-Thibb Al-Manshuri dan Al-Hawi. Ilmu
astronomi yakni Alfarganus (Abu Al-‘Abbas Al-Fargani)dan Albattegnius (Muhammad
bin Jabir Al-Battani)[19].
Sedangkan ilmu Matematika yakni Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi, bukunya yang
diterjemahkan dalam bahasa latin bernama Alqoritme de Numaero Indorum pada
tahun 873 M.
Berbagai
sains dari para ilmuwan Islam menghasilkan teori-teori ilmiah tidak mendapatkan
tantangan dari para ulama di masa itu. Sains dan agama hidup
berdampingan dengan damai, selama lima abad yakni abad kedelapan sampai abad ke
tiga belas. Kemudian ketika umat Islam mengalami kemunduran dalam sejarah
kebudayaannya maka pada waktu itu buku-buku ilmiah karangan para ilmuwan Islam
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh orang Eropa.Bersamaan dengan itu, maka
berkembang pula pemikiran-pemikiran Islam terutama pemikiran Ibn Rusyd yakni
antara agama dan filsafat tak ada pertentangan di Eropa.
Jika pemikiran Ibn Rusyd dalam Islam membawa keselarasan agama dan
filsafat maka di Eropa berkembanglah pemikiran yang di sebut Averroeisme Ibn
Rusyd yakni membawa kebenaran ganda. Kebenaran ganda maksudnya yakni kebenaran
yang dibawa agama adalah benar dan kebenaran yang dibawa filsafat adalah benar
pula.
Zaman
kebangkitan Eropa yang dikenal dengan Ranaissance, lahir atas pengaruh Averroeisme,
yang dalam bahasa Arab disebut Ibn Rasydiah dan atas pengaruh penerjemah karya
Ilmuwan Islam lainnya dalam bidang sains atau sains ke dalam bahasa Latin[20].
Oleh
karenanya, jika pernyataan bahwa sains Eropa itu sudah tidak netral dantentu
berbeda dengan sains Islam. Terbukti sains Eropa tidak memberi tempat pada
wahyu,agama dan bahkan pada Tuhan. Realita Tuhan tidak menjadi pertimbangan
lagi dalam sains Eropa, karena Tuhan dianggap tidak riil.Sehingga agama, bahkan
dipertanyakan dan dituntut untuk direformasi kemudian dimarginalkan.
Secara
lebih luas, perbedaan keduanya jika ditelusuri dari pandangan hidup (world
view). Perbedaan pandangan hidup berarti perbedaan konsep fundamental lainnya
yang di dalamnya tentang konsep Tuhan, ilmu, manusia dan alam, etika dan agama
berbeda-beda antaraperadaban satu dengan yang lain. Dalam situsasi seperti ini
pertemuan keduanya dapat berupa ancaman bagi yang lain. Faktanya sains Eropa
modern itu ternyata menjadi tantangan bagipandangan hidup Islam.
Dalam
Islam pengetahuan tentang realitas itu tidak hanya berdasarkan akal saja, tapi
juga wahyu, instuisi dan pengalaman. Tapi dalam sains Eropa akal
diletakkan lebih tinggi dari pada wahyu. Sehingga sains tidak berhubungan
harmonis dengan agama bahkan meninggalkan agama.
Pemikiran
rasional Islam dalam sains mempunyai pengaruh pada renaisans dan perkembangan
sains di Eropa, sehingga para
penulis Barat sendiri mengakuinya, seperti Gustav Le Bon, Hendry trece, Alfred
Guillaume dan lain-lainnya. Pengakuannya tentang pemikiran para Ilmuwan Islam
yakni orang Arab menjadi guru orang Eropa dalam sains dan menjadikan inspirasi
timbulnya revolusi ilmiah di Eropa abad ke tujuh belas.
Berdasarkan
paparan di atas, identitas sains Islam sudah tidak perlu dipersoalkan lagi baik
secarahistoris, teoristis, ataupun propestif. Perkembangan sains dalam hal ajaran-ajaran dan nilai-nilai
yang bersifat tidak statis, tidak ada pertentangan antara agama dengan sains. Antara
keduanya bisa menjadi interaksi yang serasi. Karena ajaran dan nilai serupa
inilah yang banyak dalam Islam, maka sebenarnya antara agama dengan sains tidak
mesti terjadi pertentangan.
Pertentangan
terjadi karena pengertian tentang ajaran yang bersifat statis dengan ajaran
yang bersifat dinamis belum berkembang dalam masyarakat. Jika pengertian
tersebut telah berkembang dengan baik maka pertentangan antara ajaran yang
bersifat statis dan dinamis dapat diatasi.
D. Pendekatan
Mental dan Saintikasi Islam Di Indonesia
Sejarah mencatat
kebangkitan kelompok komunis di hindia belanda (kini indonesia) berkat campur
tangan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, yang merupakn pria asal anggota
komunis belanda dan membentuk suatu kumpulan Indische Social Democratische
Vereniging (ISDV) dikota surabaya dalam kumpulan ini Snevlite melancarkan
kampanye hhitam pada organisasi lain yang tidak sehaluan. Sebaliknya dia juga
merekrut orang indonesia untuk menjadi juru penyebar kampanye hitam, seperti
Semaun. Selain itu juga bersentuhan secara luas dengan para aktivis Sarekat
Islam (SI). Selama Sneevliet bergabung beberapa bulan kedepan Organisasi SI
pecah, Semaun dan rekan-rekan sehaluan yang sudah tercuci otaknya lebih memilih
bergabung dengan Sneevliet, mereka telah begitu terpesona dengan
komentar-komentar Sneevliet.[21]
Boleh dikata
tahap-tahap perkembangan masyarakat
Indonesia yang dibuat PKI itu sesungguhnya merupakan pemetaan terhadap
situasi dan kondisi masyarakat. Dari pemetaan tersebut tentu saja mudah
membidik berbagai kalangan yang hendak direvolusi mentalnya. Jika bidikan ini
berhasil maka PKI akan mudah menggerakan mereka.
Tatanan dunia unipolar
di bawah hegemoni rezim adidaya Amerika Serikat baik secara ekonomi maupun
sosial politik tampaknya tidak menyisakan ruang bagi sebuah negara manapun di
dunia saat ini untuk berdaulat dan independen sepenuhnya. Sangat sulit
membayangkan negara bisa eksis dengan segala kedaulatannya di bidang ekonomi,
politik dan budaya tanpa berhubungan dengan AS dan negara-negara barat.[22]
Sejumlah negara
berkembang seperti indonesia pun telah menyaksikan bagaimana uang bisa membeli
segalanya, seseorang yang tidak memiliki kapasitas intelektual dan integritas
moral dengan mudah membeli suara untuk menjadi anggota parlemen yang terhormat
atau kepala daerah. Marcuse dengan jeli membongkar mitos bahwa demokrasi
liberal membawa kebebasan yang sesungguhnya terjadi adalah uang dan citra
dengan bebas membungkam akal sehat dalam membuat keputusan yang rasional.[23]
Suatu nilai yang lebih percaya
kepada kemampuan sendiri, berdisiplin murni dan berani mengambil tanggung jawab
sendiri. Dikatakan bahwa sifat-sifat ini belum secara mantap sebagai identitas
mental kedirian (Self) dari sebagian besar anak bangsa kita. Yang
menonjol justru sifat-sifat atau sikap mental yang kontra-produktif dari
tuntutan pembangunan, seperti sikap mental yang cenderung suka menerabas (suap
dan nepotisme) dalam meraih gelar pendidikan, jabatan dan kekayaan
ketimbang melalui upaya kerja keras dan berprestasi. Sementara itu, mengenai
tanggung jawab dan penegakkan hukum, implementasinya relatif masih lemah, tidak
konsisten, diskriminatif, irasional dan serba ‘ragu’ dalam menetapkan atau
memutuskan suatu kebijakan. Dapat dikatakan sikap-sikap mental seperti ini,
telah membawa implikasi kepada bangsa kita, di mana sampai saat ini, masih
mengalami kesulitan untuk keluar dari krisis sosial, dan ekonomi. Demi untuk
bertahan hidup di tengah kebuntuan negara yang tidak cukup mampu untuk membuka
lapangan kerja.
Secara ekonomi, AS dan
Uni Eropa mereka memengang kendali semua perdagangan dan transaksi
internasional yang menggunakan Dollar atau Euro. Kepemilikan mata uang mereka
dianggap sebagai aset oleh negara manapun di dunia karena mata uang itulah yang
laku dipasar manapun.
Oleh karena itu, demi
pembangunan suatu negara perlu adanya revolusi atau pengembangan revolusi yang
telah ada sebelumnya untuk mencegah hal yang tidak di inginkan dalam suatu
negara. Ketika revolusi mental yang akan dikembangkan di Indonesia dengan
alasan perlunya perubahan akhlak seseorang karena melihat negara indonesia
terkenal negara yang peringkat kedua dalam hal Korupsi ataupun lainnya yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu sehingga munculah revolusi mental. Hal ini
sangat lambat prosesnya dalam pengembangan suatu negara.
Revolusi mental ini
merujuk dari konsep revolusi, yakni suatu perubahan drastis yang bersifat
progres. Lawannya Evolusi (perubahan yang sifatnya lambat). Dalam rentang waktu
lima tahun atau satu decade, pada kebijakan pemerintah ini apakah praksis revolusi mental ini akan dapat
terwujud (diterjemahkan dalam tindakan) dan mendulang hasil sebagaimana yang
diharapkan? Ini bukan revolusi politik (praktis dan memungkinkan terjadi/berhasil),
akan tetapi ini adalah revolusi mental.
Inisiatif ini belum
tentu diterima baik secara politik-kebijakan, antropologis/sosiologis
(multikultural) maupun secara teologis-moralitas. Sebab, masalah-masalah
moralitas ini adalah sesuatu hal yang sensitif, karena merupakan urusan pribadi
seseorang dengan Sang Pencipta (Tuhan) yang lebih menekankan kepada
‘kesadaran’, yang bukan urusan ‘negara’ untuk mengaturnya (totalitarisme).
Dengan adanya kesulitan dalam melakukan revolusi mental ini, yang perlu
diterapkan adalah revolusi saintifik sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya dan bangsa Indonesia bisa bercermin pada bangsa Iran terhadap
perkembangan negaranya.
Negara Iran yang bisa
berkembang pesat dengan mensejahtrakan rakyatnya yang lebih tepatnya negara
islam dengan melakukan revolusi saintifik sehingga Iran berhasil membangun
sebuah Republik Islam yang mandiri dalam bidang budaya, sains, politik,
ekonomi, dan pertahanan militer atas dasar prinsip-prinsip islam. Masyarakat Iran ini bercermin dari Muhammad yang dalam waktu singkat
bisa menguasai dunia dengan pengetahuan dan kebudayaannya,"
Perkembangan
peradaban Islam yang terjadi di Iran dilandasi; "Pertama, Ijtihad yang
sungguh-sungguh, kedisiplinan dan semangat yang tinggi dalam mencapai dan
belajar ilmu pengetahuan. Kedua, Pandangan dunia yang benar. Tahap ini tidak
akan tercapai. Ketiga, Semua yang melandasi itu kemandirian berfikir, tanpa
tekanan dari yang lain dan negara manapun.
Adanya revolusi
saintifik negara iran ini bisa sebagai contoh pembangunan suatu negara
khususnya di Indonesia sehingga indonesia juga bisa berkembang dengan pesat.
Presiden pertama Republik Indonesia yaitu Bung Karno, dengan doktrin Trisakti
(tiga kesaktian bangsa) yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang
ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Hanya saja mesti diakui pula
bahwa Negeri Indonesia masih perlu proses perjuangan yang panjang untuk meraih
Trisakti itu. Mungkin perlu ditambah satu kesaktian lagi yang amat penting bagi
kejayaan bangsa, yaitu kecakapan dalam sains dan teknologi.
Penguasaan sains dan
teknologi, disatu sisi merupakan prasyarat yang niscaya bagi negara yang sedang
berkembang untuk tampil sebagai pemenang dalam persaingan global yang semakin
ketat. Tetapi di pihak lain penguasaan sains dan teknologi itu perlu
dikembangkan atas landasan etika, moralitas dan iman serta spiritualitas yang
menjadi dasar dalam pembangunan suatu negara.[24]
Republik Iran Islam
sudah membuktikan bahwa penguasaan sains dan teknologi merupakan prasyarat
penting untuk menjaga kemandirian dan kedaulatan bangsa dan negara.[25]
Hal tersebut bisa juga menciptakan keadaan rakyatnya yang memiliki kepribadian
yang baik misalnya saja jauh dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dan
membuat lapangan kerja sehingga tidak banyak pengangguran.
Negara Indonesia
belum dianggap sebagai negara yang terkemuka di dunia dalam perkembangan sains
dan teknologi. Namun, sepanjang sejarahnya, ada prestasi penting dan kontribusi
yang dibuat oleh Indonesia untuk sains dan teknologi. Saat ini, Kementerian Penelitian
dan Teknologi adalah badan resmi yang bertanggung
jawab atas sains dan pengembangan teknologi di negara ini. Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia
telah mengalokasikan dana Rp. 1,9 triliun (sekitar $205 juta) atau kurang dari
1 persen dari total anggaran belanja negara untuk penelitian dan pengembangan.
Hidup dalam budaya
agraris dan maritim, orang-orang di kepulauan Indonesia telah terkenal di
beberapa teknologi tradisional, khususnya di bidang pertanian
dan kelautan.
Pada bidang pertanian, misalnya, orang-orang di Indonesia, dan juga di banyak
negara Asia Tenggara lainnya, terkenal dalam teknik budidaya padi
yaitu terasering. Suku
Bugis dan Suku
Makassar adalah orang Pribumi-Nusantara
di Indonesia yang juga dikenal dengan teknologi mereka dalam membuat kapal
layar kayu yang disebut Pinisi.[2]
Candi Borobudur
dan candi
lainnya juga mencatat penguasaan orang Indonesia dalam teknologi arsitektur dan
teknologi konstruksi.
Ada beberapa
perkembangan teknologi penting yang dibuat oleh Indonesia di era Indonesia
modern (pasca kemerdekaan). Pada tahun 80-an seorang insinyur Indonesia asal Bali,
Tjokorda Raka Sukawati
menemukan teknik konstruksi jalan yang dinamai Teknik
Sosrobahu, yang menjadi terkenal setelah itu dan banyak
digunakan oleh banyak negara. Teknologi ini telah diekspor ke Filipina,
Malaysia,
Thailand
dan Singapura
dan pada tahun 1995, hak paten diberikan kepada Indonesia.
Dari hal tersebut,
bahwa pengembangan suatu negara dengan revolusi saintifik sudah terjadi pada
era tradisional, hanya saja masih kurang teknologi yang canggih untuk
meningkatkan pendidikan dan teknologi tersebut. Adanya sains dan teknologi bisa
membangun negara lebih maju lagi apalagi dibarengi dengan iman dan taqwa karena
pemgembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama asalkan di
gunakan sesuai dengan koridornya akan membawakan manfaat untuk negara.
Sebagai masyarakat yang
mayoritas Muslim terbesar di dunia dalam negara besar yang sedang giat
membangun untuk senantiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusia seutuhnya
yang berkeunggulan untuk pemahaman imtaq maupun sainstek dengan berpegang teguh
pada nilai-nilai budaya bangsa masing-masing bercirikan khas islam. Hanya
dengan bermodalkan sumber daya manusia berkeunggulan inilah masyarakat muslim mampu berperan di
garis depan dalam upaya mengembangkan sains dan teknologi dalam upaya
perdamaian serta pembangunan yang semakin merata dan berkeadilan secara
berkesinambungan pada era global ini. [26]
BAB III
KESIMPULAN
Sains dalam ajaran Islam
pada dasarnya mengalami ruang perbedaan. Hal ini karena di satu pihak ingin
berusaha untuk mempertahankan ajaran Islam secara statis atau yang disebut
dengan pemikiran tradisional di pihak lain ingin berusaha untuk menselaraskan
Islam dengan perkembangan secara dinamis atau yang di sebut dengan pemikiran
modern dengan menggunakan pendekatan sains dalam Islam. Pembaharu Islam dalam
sains sendiri muncul diawali dengan perkembangan sains di Eropa sehingga banyak
para Ilmuwan Islam yang berusaha untuk menterjemahkan pemikiran sains tersebut.
Sehingga lahirlah para pembaharu Islam dalam sains yang kemudian menjadi kiblat
atau guru sains oleh orang Eropa. Hal ini karena para Ilmuwan Islam
mengkaji sains berdasarkan Al-Quran sehingga oleh orang Eropa disebut
kebenaran ganda. Namun ketika peradaban Islam mulai hancur justru
sains di Eropa memuai puncak kejayaan dengan tanpa melepaskan pemikiran sains
Islam di Eropa. Islam dalam sains pada prinsipnya tidak mengalami benturan atau
pertentangan karena Islam adalah agama yang paling dekat dengan sains dan ilmu
pengetahuan bahkan tidak ada ketidaksesuaian dengan ilmu pengetahuan
dasar-dasar agama. Sains itu identik dengan Islam dan Islam merupakan
ajaran yang dinamis dapat berkembang selaras dengan perkembangan zaman mengawal
kemodernisasian. Islam bukan merupakan agama yang statis, absolut, mutlak dan
kaku karena di dalam ayat-ayat Al-Quran ada beberapa kandungan ayat yang
kauliyah yakni ayat yang memerlukan kajian pemikiran yang boleh di analisis
secara Ilmiah.