REFKY FIELNADA

REFKY FIELNANDA

MAHASISWA EKONOMI ISLAM

Selasa, 21 Februari 2017

Pendekatan Mental dan Saintifik Dalam Pengkajian Islam Di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

Ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya ilmu pengetahuan (sains): “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhan mu lah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. al-Alaq/ 96: 1-5)”. Dan Hadits yang riwayat Baihaqi yang berbunyi: “Sesungguhnya aku (Rasulullah SAW) diutus untuk menyempurnakan akhlak” barangkali bisa melegitimasi bahwa pembangunan karakter (character building)  dan pendidikan karakter (character education) merupakan pilar penting untuk membangun pondasi sebuah bangsa yang kuat. Bangsa yang maju, berkembang dan memiliki peradaban.
Betapa suci dan mulianya agama Islam yang memiliki ajaran menata perilaku manusia agar hidup lebih baik, menempatkan posisi manusia agar menjadi manusia yang berakhlak mulia. Al-Quran dan Al-Hadist disamping menjadi penata perilaku manusia disisi lain dapat menjadikan manusia menjadi pemikir yang intelektual karena Islam selain mengajarkan ketaatan juga mengajarkan untuk dapat memperhatikan dan mempelajari segala peristiwa alam yang terjadi disekitar.
Peristiwa-peristiwa alam yang terjadi dan dipelajari tersebut melahirkan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam yang kemudian muncul cabang-cabang ilmu pengetahuan atau disebut dengan sains. Pemikiran sains dalam Islam tentu berbeda dengan pemikiran sains dalam dunia Barat (Eropa), karena pemikiran sains dalam Islam mengkaji peristiwa alam terkait dengan Al-Quran dan Al-Hadist sementara pemikiran sains Eropa hanya mengkaji peristiwa alam semata tanpa berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist.
Sejalan dengan kondisi perkembangan sains antara Islam dengan sains Eropa dan pengaruh globalisasinya, westernisasi dan berbagai ideologinya tersebar ke seluruh dunia. Komunitas muslim sudah sulit untuk membedakan antara identitas sains Islam dan sains Eropa. Begitu mengakarnya disetiap sendi kehidupan berakibat pada terjadinya pengkaburan paradigma, cara pandangterhadap sains Islam. Sehingga banyak di antara kita yang sulit untuk mengidentifikasibahkan takut terhadap identitas kita sendiri. Tidak sedikit cendekiawan muslim yang canggungterhadap sifat Islam terutama pada ilmu sosiologi, fisika, psikologi, politik, dan ilmu ekonomi.Dampak dari hilangnya identitas itu dapat diamati dari berbagai pernyataancendekiawan muslim. Jamaluddin al Afghani seorang tokoh pembaharu misalnya mengatakan,”Barang siapa melarang belajar sains dan ilmu pengetahuan dengan alasan untuk menjaga agama Islam, maka ia adalah musuh agama yang sebenarnya.”Islam adalah agama yang paling dekat dengan sains dan ilmu pengetahuan bahkan tidak adaketidaksesuaian dengan ilmu pengetahuan dasar-dasar agama.
Meskipun demikian idealisnya agama Islam, ternyata masih banyak sebagian kalangan para ulama yang memperbincangkan antara agama dengan sains. Perbincangan ini karena adanya pemahaman yang berbeda, ada sebagaian para ulama yang setuju dengan adanya pemikiran sains dalam Islam namun ada sebagaian lagi yang kurang setuju tentang adanya sains tersebut.
Perkembangan sains dan teknologi pada masa modern ini membuat seluruh dunia khususnya Indonesia untuk ikut melakukan perubahan pada peradabannya menuju peradaban yang lebih baik lagi. Negara Indonesia juga berusaha melakukan revolusi seperti yang dilakukan oleh negara-negara Eropa pada umumnya. Terlebih lagi Indonesia mempunyai falsafah negara, yang biasa disebut dengan “tiga kesaktian bangsa”, yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Ini cukup mendukung menuju revolusi Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pendekatan Mental
Kesehatan mental  yang wajar adalah pada kesanggupan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya berinteraksi dengan orang-orang lain dan menghadapi suasana-suasana yang memerlukan pengambilan keputusan.  Definisi ini yang sesuai dengan teori behaviorisme. Sehingga manusia menjadi susunan-susunan (stucture) berbagai unit-unit kecil yang masing-masing mengandung pertalian antara perangsang dan reaksi, dan konsep kebiasaan juga menempati tempat yang penting. Sebab kebiasaan itu adalah susunan yang terdiri daripada unit-unit ini. Sehingga proses pendidikan mempunyai peranan khusus. Malah proses pendidikan itulah merupakan titik tolak dari mana penganut behaviorisme memandang untuk memahami tingkah laku manusia.[1] 
Menurut Boehm, kesehatan mental adalah keadaan dan paras dinamisme seseorang dari segi sosial yang membawa kepada pemuasan kebutuhan-kebutuhan.[2] Jadi kesehatan mental di sini adalah keadaan seseorang yang menentukan dinamisme sosialnya. Paras dianamisme sosial seseorang adalah kesanggupannya berinteraksi dan memberi pengaruh pada kumpulan dan kesanggupannya merespon yang dinamis dan berhasil dengan kumpulan, di mana ia berada dan bagaimana respon itu memuaskan kebutuhannya.
Anggapan ini berdasar pada kebudayaan Amerika, dapat dirasakan oleh orang yang hidup dalam budaya amerika, dimana hubungan–hubungan sosial berdasar atau sejauh mana hubungan-hubungan ini memuaskan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Seorang Amerika dianggap berhasil, dinamis dan produktif selama ia berhasil menciptakan hubungan-hubungan sosial dan menggunakannya untuk mencapai tujuan-tujuannya, sedang ini semua adalah hal-hal yang diterima oleh masyarakat.[3]
Ukuran ilmiah bagi kesehatan mental adalah keserasian batin yang disertai dengan penyesuaian diri yang baik dengan lingkungan, sehingga membawa kepada rasa bahagia dan rasa mampu semaksimal mungkin kita harus mengetahui dan mengatakan bahwa kelainan-kelainan itu tidaklah sinonim dengan gangguan kejiwaan dalam segala tingkatnya.[4] Dalam hal ini, tidak dapat pula menganggap bahwa kesehatan mental, hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu, tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis.[5]

B.  Pendekatan Saintifik
Pendekatan scientific pertama kali diperkenalkan di Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada pendekatan laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996:115).
Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ada juga yang menjadikan sebagai metode. Namun, karakteristik dari pendekatan scientific ini tidak berbeda dengan metode scientific. Menurut Nur (dalam Ibrahim, 2010:3), pendekatan atau metode scientific adalah pendekatan atau metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui dua jalur yaitu jalur akal (nalar) dan jalur pengamatan. Adapun wujud operasional dari pendekatan scientific adalah penyelidikan ilmiah. Penyelidikan ilmiah ini didefinisikan sebagai usaha sistematik untuk mendapatkan jawaban atas masalah atau pertanyaan. Dengan demikian, ciri khas pendekatan scientific adalah pemecahan masalah melalui penalaran dan pengamatan.
Dalam bukunya Husain bahwa Khun menggunakan istilah ‘paradigma’ untuk menunjukkan suatu cara berpikir, model, pandangan-dunia, dan metodologi yang dianut bersama oleh sebuah komonitas ilmuan dalam zaman tertentu. Dalam pandangan khun, sains berkembang secara revolusioner bukan evolusioner, artinya perkembangan itu bersifat paradigmatis bukan kumulatif. Khun menyatakan “revolusi ilmiah adalah perubahan paradigma. Perubahan paradigma adalah perubahan cara pandang dan pola pikir”.[6]
Sama halnya yang terjadi di Iran, perkembangan sains dan teknologi di Iran bisa dilihat dari dua perspektif, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, dalam pengertian produktivitas ilmiah, Iran tercatat sebagai negara yang tercepat pertumbuhannya. Sedangkan secara kualitatif, lompatan besar saintifik Iran berlangsung dalam situasi yang penuh kesulitan dan kontra-zaman. Situasi yang penuh kesulitan itu adalah kondisi ekonomi dan sosial politik global yang menghadang dan menentang kemajuan iran sebagai sebuah negara republik Islam.[7]
Agar paradigma itu dapat diterima oleh semua elemen dan melakukan pekerjaan itu lebih efektif harus ada semacam debat dan juga memperjelas kepada para ilmuan yang lain agar bisa yakin mereka berada di jalan yang memotivasi para ilmuan, sehingga para ilmuan dapat menyelediki gejala yang lebih rinci dan menggunakannya lebih sistematis dan logis dari pada yang dilakukan oleh ilmuan lain.[8]
Jadi paradigma merupakan kesamaan pandang keilmuan yang didalamnya mencakup asumsi-asumsi, prosedur-prosedur dan penemuan-penemuan yang diterima oleh sekelompok ilmuan dan secara berbarengan menentukan corak/pola kegiatan ilmiah yang tetap. Siapa pun yang berupaya untuk melukiskan atau menganalisis revolusi tradisi sains tertentu akan perlu mencari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang semestinya akan bisa diterima dikalngan masyarakat.
Untuk menemukan hubungan antara kaidah, paradigma, dan sains yang normal perhatikan lebih dulu bagaimana sejarahwan mengisolasi tempat-tempat tertentu dari komitmen yang baru saja diuraikan sebagai kaidah-kaidah yang diterima.[9] Pemilihan di antara paradigma-paradigma yang bersaingan ternyata merupakan pemilihan di antara modus-modus kehidupan masyarakat yang bertentangan.
Mula-mula hanya krisis yang mengurangi peran paradigma-paradigma. Dalam jumlah yang meningkat, orang-orang menjadi semakin terasing dari kehidupan politik dan berprilaku semakin bertambah eksentrik di dalamnya. Namun peran itu bergantung pada apakah revolusi itu merupakan peristiwa yang sebagian ekstrapolitis atau ekstrainstitusional.[10]
Dalam evolusi sains, pengetahuan yang baru harus menggantikan ketaktahuan, bukan menggantikan pengetahuan jenis yang lain dan yang tidak selaras.[11] Oleh karena itu, revolusi saintifik ini sangat mendukung demi kemajuan suatu negara walaupun dalam masa pemerintahan berikutnya berbeda namun ketika revolusi saintifik ini sudah berkembang sangat sulit untuk mengubahnya karena dengan majunya negara ke era global ataupun asean maka diperlukan suatu teknologi yang canggih dan pendidikan yang memadai didasari iman dan takwa.
Secara umum peranan sains dan teknologi adalah untuk, a) meningkatkan kualitas hidup dan kesejahtraan masyarakat, b) meningkatkan daya saing bangsa, c) memperkuat kesatuan dan persatuan nasional, d) mewujudkan pemerintahan yang transparan, e) meningkatkan jati diri bangsa di tingkat internasional.[12]

C.  Sains Dalam Islam
Sains adalah pengetahuan tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya adalah botani, fisika, kimia, geologi dan biologi. Bisa juga dikatakan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari observasi penelitian dan uji coba yang mengarah pada penemuan sifat dasar atau prinsip sesuatau yang diteliti. Pendekatan Islam mengakui keterbatasan akal manusia serta mengakui sains berasal dari Tuhan.
Sains di zaman modern saat ini berkembang begitu pesat sedangkan agama bergerak begitu lambat sehingga agama tidak mampu mengikuti kemajuan yang dicapai oleh sains. Sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya pertentangan, dalam membahas masalah pertentangan antara agama dan sains maka perlu diketahui tentang hakikat agama itu sendiri.
Pada hakikatnya tidak semua yang terdapat dalam agama bersifat mutlak dan kekal. Ajaran agama dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni ajaran yang bersifat statis dan ajaran agama bersifat dinamis. Ajaran agama dalam kitab suci yang bersifat statis merupakan wahyu Tuhan yang absolut atau mutlak yang tidak berubah dan tidak boleh berubah. Sehingga ajaran yang diwahyukan tersebut memerlukan penjelasan atau penafsiran.Sedangkan ajaran agama yang bersifat dinamis merupakan hasil pemikiran manusia yang dapat berubah dan boleh diubah menurut perkembangan zaman.
Jika ada anggapan yang mengatakan bahwa semua ajaran agama bersifat absolut atau mutlak itu tidak tepat, karena ajaran agama di samping bersifat mutlak di sisi lain ajaran agama bersifat nisbi yang dapat berubah dan boleh diubah. Jika ajaran agama hanya bersifat mutlak maka akan sulit mengikuti perkembangan modern bahkan banyak mengalami benturan dalam sains. Namun sebaliknya jika ajaran agama bersifat nisbi atau dinamis maka akan dengan mudah dapat mengikuti perkembangan sains dan modernisasi.
Dalam konteks Islam, ajaran yang diemban oleh Nabi Muhammad saw memiliki ajaran agama yang statis dan dinamis. Ajaran agama yang bersifat statis yang tidak dapat berubah dan tidakboleh diubah dalam Islam adalah wahyu Allah yang terdapat dalam kitab suci Al Quran yang mengandung 6.236 ayat, diturunkan di Mekah dan Madinah.Ayatyang diturunkan di Mekah sebanyak 4.780 ayat, sebagaian besar menerangkan tentang keimanan.Sedangkan ayat yang diturunkan di Madinah sebanyak 1.456 sebagian besar menerangkan tentang kehidupan bermasyarakat.
Sementara ajaran agama yang bersifat dinamis yang dapat berubah dan boleh diubah dalam Islam adalah ayat-ayat yang menerangkan tentang fenomena-fenomena alam atau disebut dengan ayat kauniyah yakni ayat yang berkenaan dengan kejadian alam.Ayat yang menjelaskan tentang fenomena alam ini mengandung perintah agar manusia banyak memperhatikan dan memikirkan alam sekitarnya seperti kejadian adanya hujan, pertukaran siang dan malam, peredaran planet dan sebagainya[13].
Penelitian ilmiah tentang fenomena-fenomena alam dan sebab-sebab adanya fenomena-fenomena tersebut secara berangsur-angsur menarik perhatian beberapa peneliti terhadap suatu problem baru.Dalam penelitian mereka, mereka menemukan bahwa setiap fenomena alam terwujud berkat sejumlah sebab. Pada waktu bersamaan, setiap sebab ini sendiri merupakan fenomena alam, sebab-sebab adanya tersebut juga haruslah ditemukan. Jika sebab-sebab adanya fenomena-fenomena alam ini tidak lain hanyalah serangkaian, maka haruslah juga dicari sebab-sebab adanya serangkaian fenomena alam tersebut[14].
Fenomena alam seperti hujan adalah ayat kauniyah yang dapat melahirkan sains dan berkembang selaras dengan perkembangan zaman. Karena hujan merupakan proses yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang menyebabkannya pun termasuk hal-hal yang tidak dapat dikontrol oleh makhluk dan hujan terjadi melalui sejumlah reaksi alamiah dan kimia yang belum diketahui sepenuhnya.di sini sudah jelas, bahwa turunnya hujan pada hakikatnya adalah rahasia alam yang tidak dapat diketahui kecuali hanya Allah swt. Meskipun demikian, para ilmuwan berusaha untuk memahami bagaimana proses pembentukan dan penurunan hujan dari ragam awan yang mengandung uap air dan buliran-buliran kecil air[15].
Kelebihan manusia atas makhluk hidup lainnya senantiasa berupa bahwa penghargaan manusia terhadap pengetahuan tidak berhenti pada tataran dasar dan manusia selalu berupaya meningkatkan pemahaman serta pengetahuannya. Pengalaman historis yang ekstensif memperlihatkan bahwa manusia berambisi mendapatkan pengetahuan yang semakin lebih tinggi dan tidak ingin membatasinya[16].
Namun perlu diperhatikan bahwa seperti yang terdapat pada agama umumnya, di kalangan umat Islam ada kecenderungan keras anggapan ijtihad atau pemikiran ulama bersifat absolut. Sehingga pengertian tentang ajaran agama tidak lagi bisa dibedakan dengan ajaran yang bersifat dinamis, yang dapat berubah. Pemahaman pendapat demikian dikenal dengan nama tradisional, yakni segolongan yang ingin mempertahankan penafsiran-penafsiran dan pemahaman-pemahaman lama. Namun di sisi lain terdapat segolongan modernis yakni pembaharu yang ingin mengadakan pemahaman dan interpretasi baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Jika golongan pembaharu dapat berkembang dalam masyarakat maka pertentangan antara agama dengan sains tidak akan menjadi konflik seperti pada golongan tradisional. Penafsiran-penafsiran dan nilai-nilai lama karena tidak bersifat absolut maka dapat berubah dan boleh diubah sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.Seperti adanya emansipasi wanita yang telah juga membawa perubahan kedudukan wanita dalam pandangan beberapa kalangan ulama. Wanita tidak lagi dipandang rendah, wanita tidak boleh belajar bersama-sama kaum lelaki, pengertian lama bahwa wanita adalah sumber fitnah. Dalam pemahaman Islam pada masa lampau, semua itu tidak dibolehkan. Paham tentang qadha’ dan qadar serta sifat fatalisme masa lampau juga telah menurun diganti oleh paham ikhtiar manusia yang dikaitkan dengan hukum alam ciptaan Tuhan dan paham sebab akibat serta evolusi. Selain itu, nasionalisme ajaran agama yang bersifat absolut mulai menggeser paham lama yang menyandarkan segala-galanya kepada wahyu Tuhan dan ajaran agama[17].
Sumber agama adalah wahyu sementara sumbersains adalah hukum alam ciptaan Tuhan yaitu sunatullah, sedangkan keduanya berasal dari sumber yang satu, yakni dari Allah swt. Maka antara wahyu dan sains tidak bisa diadakan pertentangan. Ayat kauniyah dalam Al-Quran merupakan ayat yang mengajarkan manusia agar memperhatikan fenomena alam sehingga mendorong ulama-ulama Islam dizaman Klasik untuk mempelajari dan meneliti tentang fenomena alam tersebut.
Awal berkembangnya sains ini mulai berkembang pada anatara abad ke delapan dan ketiga belas Masehi. Perkembangannya dimulai dari penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab yang berpusat di di Baqhdad. Pergerakan penerjemahan ini di antaranya ilmu kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botanika, optika, astronomi di samping filsafat dan logika.Karangan buku yang diterjemahkan adalah karangan-karangan Galinos, Hipocrates, Plolemeus, Euclid, Ploto, Aristoteles dan lain sebagainya.Buku tersebut dipelajari oleh para ulama-ulama Islam yang berkembang dibawah pengaruh kekhalifahan Bani ‘Abbas sehingga muncul ilmu tentang hitung, ilmu ukur, aljabar, ilmu falak, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu alam, ilmu bumi, ilmu sejarah serta ilmu Bahasa dan Sasra Arab.
Para ulama Islam di zaman klasik tidak hanya menguasai ilmu dan filsafat dari pearadaban Yunani kuno, tetapi para ulama juga mengembangkan hasil penyelidikannya tersebut ke dalam sains. Dengan demikian muncullah para ilmuan Islam hingga didirikannya berbagai universitas di antaranya Universitas Cordova di Andalusia (Spanyol), Universitas Al-Azhar di Kairo Universitas Al-Nizamiah di Baghdad dan Universitas lainnya[18].
Sains yang pertama menarik para Ulama adalah ilmu kedokteran yakni ‘Ali bin Rabbah Al-Thabrani pada tahun 850 M mengarang KitabFirdaus Al-Hikmah. Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Al-Razi (865-925 M.) di Eropa dikenal dengan nama Rhazes mengarang Kitab Al-Thibb Al-Manshuri dan Al-Hawi. Ilmu astronomi yakni Alfarganus (Abu Al-‘Abbas Al-Fargani)dan Albattegnius (Muhammad bin Jabir Al-Battani)[19]. Sedangkan ilmu Matematika yakni Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi, bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa latin bernama Alqoritme de Numaero Indorum pada tahun 873 M.
Berbagai sains dari para ilmuwan Islam menghasilkan teori-teori ilmiah tidak mendapatkan tantangan dari para ulama di masa itu. Sains dan agama hidup berdampingan dengan damai, selama lima abad yakni abad kedelapan sampai abad ke tiga belas. Kemudian ketika umat Islam mengalami kemunduran dalam sejarah kebudayaannya maka pada waktu itu buku-buku ilmiah karangan para ilmuwan Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh orang Eropa.Bersamaan dengan itu, maka berkembang pula pemikiran-pemikiran Islam terutama pemikiran Ibn Rusyd yakni antara agama dan filsafat tak ada pertentangan di Eropa. Jika pemikiran Ibn Rusyd dalam Islam membawa keselarasan agama dan filsafat maka di Eropa berkembanglah pemikiran yang di sebut Averroeisme Ibn Rusyd yakni membawa kebenaran ganda. Kebenaran ganda maksudnya yakni kebenaran yang dibawa agama adalah benar dan kebenaran yang dibawa filsafat adalah benar pula.
Zaman kebangkitan Eropa yang dikenal dengan Ranaissance, lahir atas pengaruh Averroeisme, yang dalam bahasa Arab disebut Ibn Rasydiah dan atas pengaruh penerjemah karya Ilmuwan Islam lainnya dalam bidang sains atau sains ke dalam bahasa Latin[20].
Oleh karenanya, jika pernyataan bahwa sains Eropa itu sudah tidak netral dantentu berbeda dengan sains Islam. Terbukti sains Eropa tidak memberi tempat pada wahyu,agama dan bahkan pada Tuhan. Realita Tuhan tidak menjadi pertimbangan lagi dalam sains Eropa, karena Tuhan dianggap tidak riil.Sehingga agama, bahkan dipertanyakan dan dituntut untuk direformasi kemudian dimarginalkan.
Secara lebih luas, perbedaan keduanya jika ditelusuri dari pandangan hidup (world view). Perbedaan pandangan hidup berarti perbedaan konsep fundamental lainnya yang di dalamnya tentang konsep Tuhan, ilmu, manusia dan alam, etika dan agama berbeda-beda antaraperadaban satu dengan yang lain. Dalam situsasi seperti ini pertemuan keduanya dapat berupa ancaman bagi yang lain. Faktanya sains Eropa modern itu ternyata menjadi tantangan bagipandangan hidup Islam.
Dalam Islam pengetahuan tentang realitas itu tidak hanya berdasarkan akal saja, tapi juga wahyu, instuisi dan pengalaman. Tapi dalam sains Eropa akal diletakkan lebih tinggi dari pada wahyu. Sehingga sains tidak berhubungan harmonis dengan agama bahkan meninggalkan agama.
Pemikiran rasional Islam dalam sains mempunyai pengaruh pada renaisans dan perkembangan sains di  Eropa, sehingga para penulis Barat sendiri mengakuinya, seperti Gustav Le Bon, Hendry trece, Alfred Guillaume dan lain-lainnya. Pengakuannya tentang pemikiran para Ilmuwan Islam yakni orang Arab menjadi guru orang Eropa dalam sains dan menjadikan inspirasi timbulnya revolusi ilmiah di Eropa abad ke tujuh belas.
Berdasarkan paparan di atas, identitas sains Islam sudah tidak perlu dipersoalkan lagi baik secarahistoris, teoristis, ataupun propestif. Perkembangan sains dalam hal ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang bersifat tidak statis, tidak ada pertentangan antara agama dengan sains. Antara keduanya bisa menjadi interaksi yang serasi. Karena ajaran dan nilai serupa inilah yang banyak dalam Islam, maka sebenarnya antara agama dengan sains tidak mesti terjadi pertentangan.
Pertentangan terjadi karena pengertian tentang ajaran yang bersifat statis dengan ajaran yang bersifat dinamis belum berkembang dalam masyarakat. Jika pengertian  tersebut telah berkembang dengan baik maka pertentangan antara ajaran yang bersifat statis dan dinamis dapat diatasi.

D.  Pendekatan Mental dan Saintikasi Islam Di Indonesia
Sejarah mencatat kebangkitan kelompok komunis di hindia belanda (kini indonesia) berkat campur tangan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, yang merupakn pria asal anggota komunis belanda dan membentuk suatu kumpulan Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) dikota surabaya dalam kumpulan ini Snevlite melancarkan kampanye hhitam pada organisasi lain yang tidak sehaluan. Sebaliknya dia juga merekrut orang indonesia untuk menjadi juru penyebar kampanye hitam, seperti Semaun. Selain itu juga bersentuhan secara luas dengan para aktivis Sarekat Islam (SI). Selama Sneevliet bergabung beberapa bulan kedepan Organisasi SI pecah, Semaun dan rekan-rekan sehaluan yang sudah tercuci otaknya lebih memilih bergabung dengan Sneevliet, mereka telah begitu terpesona dengan komentar-komentar Sneevliet.[21]
Boleh dikata tahap-tahap perkembangan masyarakat  Indonesia yang dibuat PKI itu sesungguhnya merupakan pemetaan terhadap situasi dan kondisi masyarakat. Dari pemetaan tersebut tentu saja mudah membidik berbagai kalangan yang hendak direvolusi mentalnya. Jika bidikan ini berhasil maka PKI akan mudah menggerakan mereka.
Tatanan dunia unipolar di bawah hegemoni rezim adidaya Amerika Serikat baik secara ekonomi maupun sosial politik tampaknya tidak menyisakan ruang bagi sebuah negara manapun di dunia saat ini untuk berdaulat dan independen sepenuhnya. Sangat sulit membayangkan negara bisa eksis dengan segala kedaulatannya di bidang ekonomi, politik dan budaya tanpa berhubungan dengan AS dan negara-negara barat.[22]
Sejumlah negara berkembang seperti indonesia pun telah menyaksikan bagaimana uang bisa membeli segalanya, seseorang yang tidak memiliki kapasitas intelektual dan integritas moral dengan mudah membeli suara untuk menjadi anggota parlemen yang terhormat atau kepala daerah. Marcuse dengan jeli membongkar mitos bahwa demokrasi liberal membawa kebebasan yang sesungguhnya terjadi adalah uang dan citra dengan bebas membungkam akal sehat dalam membuat keputusan yang rasional.[23]
Suatu nilai yang lebih percaya kepada kemampuan sendiri, berdisiplin murni dan berani mengambil tanggung jawab sendiri. Dikatakan bahwa sifat-sifat ini belum secara mantap sebagai identitas mental kedirian (Self) dari sebagian besar anak bangsa kita. Yang menonjol  justru sifat-sifat atau sikap mental yang kontra-produktif dari tuntutan pembangunan, seperti sikap mental yang cenderung suka menerabas (suap dan nepotisme) dalam  meraih gelar pendidikan, jabatan dan kekayaan ketimbang melalui upaya kerja keras dan berprestasi. Sementara itu, mengenai tanggung jawab dan penegakkan hukum, implementasinya relatif masih lemah, tidak konsisten, diskriminatif, irasional dan serba ‘ragu’ dalam menetapkan atau memutuskan suatu kebijakan. Dapat dikatakan sikap-sikap mental seperti ini, telah membawa implikasi kepada bangsa kita, di mana sampai saat ini, masih mengalami kesulitan untuk keluar dari krisis sosial, dan ekonomi. Demi untuk bertahan hidup di tengah kebuntuan negara yang tidak cukup mampu untuk membuka lapangan kerja.
Secara ekonomi, AS dan Uni Eropa mereka memengang kendali semua perdagangan dan transaksi internasional yang menggunakan Dollar atau Euro. Kepemilikan mata uang mereka dianggap sebagai aset oleh negara manapun di dunia karena mata uang itulah yang laku dipasar manapun.
Oleh karena itu, demi pembangunan suatu negara perlu adanya revolusi atau pengembangan revolusi yang telah ada sebelumnya untuk mencegah hal yang tidak di inginkan dalam suatu negara. Ketika revolusi mental yang akan dikembangkan di Indonesia dengan alasan perlunya perubahan akhlak seseorang karena melihat negara indonesia terkenal negara yang peringkat kedua dalam hal Korupsi ataupun lainnya yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu sehingga munculah revolusi mental. Hal ini sangat lambat prosesnya dalam pengembangan suatu negara.
Revolusi mental ini merujuk dari konsep revolusi, yakni suatu perubahan drastis yang bersifat progres. Lawannya Evolusi (perubahan yang sifatnya lambat). Dalam rentang waktu lima tahun atau satu decade, pada kebijakan pemerintah ini  apakah praksis revolusi mental ini akan dapat terwujud (diterjemahkan dalam tindakan) dan mendulang hasil sebagaimana yang diharapkan? Ini bukan revolusi politik (praktis dan memungkinkan terjadi/berhasil), akan tetapi ini adalah revolusi mental.
Inisiatif ini belum tentu diterima baik secara politik-kebijakan, antropologis/sosiologis (multikultural) maupun secara teologis-moralitas. Sebab, masalah-masalah moralitas ini adalah sesuatu hal yang sensitif, karena merupakan urusan pribadi seseorang dengan Sang Pencipta (Tuhan) yang lebih menekankan kepada ‘kesadaran’, yang bukan urusan ‘negara’ untuk mengaturnya (totalitarisme). Dengan adanya kesulitan dalam melakukan revolusi mental ini, yang perlu diterapkan adalah revolusi saintifik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan bangsa Indonesia bisa bercermin pada bangsa Iran terhadap perkembangan negaranya.
Negara Iran yang bisa berkembang pesat dengan mensejahtrakan rakyatnya yang lebih tepatnya negara islam dengan melakukan revolusi saintifik sehingga Iran berhasil membangun sebuah Republik Islam yang mandiri dalam bidang budaya, sains, politik, ekonomi, dan pertahanan militer atas dasar prinsip-prinsip islam. Masyarakat Iran ini bercermin dari Muhammad yang dalam waktu singkat bisa menguasai dunia dengan pengetahuan dan kebudayaannya,"
Perkembangan peradaban Islam yang terjadi di Iran dilandasi; "Pertama, Ijtihad yang sungguh-sungguh, kedisiplinan dan semangat yang tinggi dalam mencapai dan belajar ilmu pengetahuan. Kedua, Pandangan dunia yang benar. Tahap ini tidak akan tercapai. Ketiga, Semua yang melandasi itu kemandirian berfikir, tanpa tekanan dari yang lain dan negara manapun.
Adanya revolusi saintifik negara iran ini bisa sebagai contoh pembangunan suatu negara khususnya di Indonesia sehingga indonesia juga bisa berkembang dengan pesat. Presiden pertama Republik Indonesia yaitu Bung Karno, dengan doktrin Trisakti (tiga kesaktian bangsa) yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Hanya saja mesti diakui pula bahwa Negeri Indonesia masih perlu proses perjuangan yang panjang untuk meraih Trisakti itu. Mungkin perlu ditambah satu kesaktian lagi yang amat penting bagi kejayaan bangsa, yaitu kecakapan dalam sains dan teknologi.
Penguasaan sains dan teknologi, disatu sisi merupakan prasyarat yang niscaya bagi negara yang sedang berkembang untuk tampil sebagai pemenang dalam persaingan global yang semakin ketat. Tetapi di pihak lain penguasaan sains dan teknologi itu perlu dikembangkan atas landasan etika, moralitas dan iman serta spiritualitas yang menjadi dasar dalam pembangunan suatu negara.[24]
Republik Iran Islam sudah membuktikan bahwa penguasaan sains dan teknologi merupakan prasyarat penting untuk menjaga kemandirian dan kedaulatan bangsa dan negara.[25] Hal tersebut bisa juga menciptakan keadaan rakyatnya yang memiliki kepribadian yang baik misalnya saja jauh dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dan membuat lapangan kerja sehingga tidak banyak pengangguran. 
Negara Indonesia belum dianggap sebagai negara yang terkemuka di dunia dalam perkembangan sains dan teknologi. Namun, sepanjang sejarahnya, ada prestasi penting dan kontribusi yang dibuat oleh Indonesia untuk sains dan teknologi. Saat ini, Kementerian Penelitian dan Teknologi adalah badan resmi yang bertanggung jawab atas sains dan pengembangan teknologi di negara ini. Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana Rp. 1,9 triliun (sekitar $205 juta) atau kurang dari 1 persen dari total anggaran belanja negara untuk penelitian dan pengembangan.
Hidup dalam budaya agraris dan maritim, orang-orang di kepulauan Indonesia telah terkenal di beberapa teknologi tradisional, khususnya di bidang pertanian dan kelautan. Pada bidang pertanian, misalnya, orang-orang di Indonesia, dan juga di banyak negara Asia Tenggara lainnya, terkenal dalam teknik budidaya padi yaitu terasering. Suku Bugis dan Suku Makassar adalah orang Pribumi-Nusantara di Indonesia yang juga dikenal dengan teknologi mereka dalam membuat kapal layar kayu yang disebut Pinisi.[2] Candi Borobudur dan candi lainnya juga mencatat penguasaan orang Indonesia dalam teknologi arsitektur dan teknologi konstruksi.
Ada beberapa perkembangan teknologi penting yang dibuat oleh Indonesia di era Indonesia modern (pasca kemerdekaan). Pada tahun 80-an seorang insinyur Indonesia asal Bali, Tjokorda Raka Sukawati menemukan teknik konstruksi jalan yang dinamai Teknik Sosrobahu, yang menjadi terkenal setelah itu dan banyak digunakan oleh banyak negara. Teknologi ini telah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura dan pada tahun 1995, hak paten diberikan kepada Indonesia.
Dari hal tersebut, bahwa pengembangan suatu negara dengan revolusi saintifik sudah terjadi pada era tradisional, hanya saja masih kurang teknologi yang canggih untuk meningkatkan pendidikan dan teknologi tersebut. Adanya sains dan teknologi bisa membangun negara lebih maju lagi apalagi dibarengi dengan iman dan taqwa karena pemgembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama asalkan di gunakan sesuai dengan koridornya akan membawakan manfaat untuk negara.
Sebagai masyarakat yang mayoritas Muslim terbesar di dunia dalam negara besar yang sedang giat membangun untuk senantiasa meningkatkan kualitas sumber daya manusia seutuhnya yang berkeunggulan untuk pemahaman imtaq maupun sainstek dengan berpegang teguh pada nilai-nilai budaya bangsa masing-masing bercirikan khas islam. Hanya dengan bermodalkan sumber daya manusia berkeunggulan inilah masyarakat muslim mampu berperan di garis depan dalam upaya mengembangkan sains dan teknologi dalam upaya perdamaian serta pembangunan yang semakin merata dan berkeadilan secara berkesinambungan pada era global ini. [26]


BAB III
KESIMPULAN

Sains dalam ajaran Islam pada dasarnya mengalami ruang perbedaan. Hal ini karena di satu pihak ingin berusaha untuk mempertahankan ajaran Islam secara statis atau yang disebut dengan pemikiran tradisional di pihak lain ingin berusaha untuk menselaraskan Islam dengan perkembangan secara dinamis atau yang di sebut dengan pemikiran modern dengan menggunakan pendekatan sains dalam Islam. Pembaharu Islam dalam sains sendiri muncul diawali dengan perkembangan sains di Eropa sehingga banyak para Ilmuwan Islam yang berusaha untuk menterjemahkan pemikiran sains tersebut. Sehingga lahirlah para pembaharu Islam dalam sains yang kemudian menjadi kiblat atau guru sains oleh orang Eropa. Hal ini karena para Ilmuwan Islam mengkaji sains berdasarkan Al-Quran sehingga oleh orang Eropa disebut kebenaran ganda. Namun ketika peradaban Islam mulai hancur justru sains di Eropa memuai puncak kejayaan dengan tanpa melepaskan pemikiran sains Islam di Eropa. Islam dalam sains pada prinsipnya tidak mengalami benturan atau pertentangan karena Islam adalah agama yang paling dekat dengan sains dan ilmu pengetahuan bahkan tidak ada ketidaksesuaian dengan ilmu pengetahuan dasar-dasar agama. Sains itu identik dengan Islam dan Islam merupakan ajaran yang dinamis dapat berkembang selaras dengan perkembangan zaman mengawal kemodernisasian. Islam bukan merupakan agama yang statis, absolut, mutlak dan kaku karena di dalam ayat-ayat Al-Quran ada beberapa kandungan ayat yang kauliyah yakni ayat yang memerlukan kajian pemikiran yang boleh di analisis secara Ilmiah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About