RESUME
PERINSIP DASAR MENURUT MASU’DUL A’LAM CHOUDHURY
Dosen Pembimbing: Ambok Pangiuk, S. Ag, M. Si
Di Susun Oleh:
REFKY FIELNANDA
M. BARKAH
FAKULTAS SYARIA’H JURUSAN EKONOMI ISLAM
IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
MASUDUL ALAM CHOUDHURY........................................... 1
TIGA PERINSIP DASAR............................................................ 1
INSTRUMEN MAKRO EKONOMI ISLAM.............................. 2
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim
Segala puji hanya untuk Allah tuhan sekalian alam yang melimpahkan rahmat dan hidayah_Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan resume ini tepat pada waktunya.
Resume ini dibuat sejalan dengan tugas yang di berikan oleh dosen pada mata kuliah EKONOMI ISLAM yang membahas tentang PERINSIP DASAR MENURUT MASU’DUL A’LAM CHOUDHURY.
Kami menyadari sepenuhnya resume ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami sangat menerima masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan resume ini.
Semoga resume ini bisa bermanfaat dan membantu para mahasiswa FAKULTAS SYARIA’H, khususnya jurusan EI. Amin.
Wassalamu’alaikum WR. WB
Jambi, Desember 2010
Penyusun
MASUDUL ALAM CHOUDHURY
Masudul alam choudhry adalah professor universitas cape Breton nova scotia, Canada. beliau telah memberikan kuliah secara luas pada sejumlah universitas dan institute professional di negara-negara berbeda salah satunya di universitas Indonesia.
Banyak buku yang telah ditulis olehnya salah satunya kontribusi untuk teori ekonomi islam.
Masudul alam choudhury menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar.
Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Menurutnya ada tiga prinsip dasar dalam ekonomi islam yaitu :
- prinsip persatuan dan persaudaraan, dalam konteks ekonomi islam perinsip persatuan dan persaudaraan adalah hal terpentingdari semua hubungan dalam perekonomian karena di dalamnya diajarkan bagaiman seseorang saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lainnya dengan penuh kebenaran dan tanggung jawab terhadap Allah
- prinsip kerja dan berproduktivitas, prinsip ini terbagi atas gaji individual harus sebanding dengan jumlah dan kategory pekerjaan yang mereka kerjakan maksudnya apa yang mereka kerjakan sebanding dengan gaji atau upah yang mereka terima
- prinsip distribusi kekayaan, Distributive justice yaitu menghendaki adanya keadilan distribusi kekayaan melalui pembayaran zakat, sedekah dan infak agar tidak merugikan orang lain atau menabung dengan sistem bagi hasil yang mana tujuannya agar tidak terjadi jurang pemisah yang sangat dalam antara yang kaya dan miskin
Instrumen makro ekonomi islam sebagai berikut :
- Penghapusan bunga, agar terciptanya rasa persatuan dan persaudaraan islam melarang adanya bunga dalam transaksi ekonomi seperti dalam tawar menawar , oleh karena itu dalam sistem ekonomi Islam tidak menggunakan riba agar terhindar dari penggunaan suku bunga dengan menerapkan prinsip profit and loss sharing (bagi hasil) pada financial intermediation yang lebih adil agar tercipta perekonomian yang lebih stabil dan efisien dan melarang kegiatan-kegiatan yang nonproduktif, berbahaya, haram (non halal),dana tidak baik
- Dengan menggunakan instrument bagi hasil atau mudharabah , mudharabah adalah suatu pembagian keuntungan sistem di dalam islam, yang mana mitra membantu tenaga kerja atau perusahaan dengan perjanjian yang sesuai kontrak untuk berbagi keuntungan
Dia mengartikan mudarabah sebagai suatu kerjasama kemitraan yang didalamnya masing-masing menyertakan modal, pengelola ataupun perusahaan dengan kesepakatan untuk berbagi keuntungan dalam bentuk persentase.
- Penghapusan pemborosan konsumsi, masyarakat islami memprioritaskan konsumsi kepada alat-alat keperluan dan kenyamanan hidup serta mencari kridhoan Allah, produksi dan konsumsi atas barang yang tidak diperlukan tidak akan dilakukan, agar tidak terjadi pemborosan maka uang akan ditabungan dalam wujud investasi nyata yang mana dana tersebut akan di alokasikan agar menghasilkan alat-alat keperluan dengan meningkatkan daya produksi
- Instrument zakat, peranan zakat dalam distribusi kekayaan sangatlah penting oleh karena itu pendapatan atau aset kekayaan yang telah mencapai nisab wajib membayar zakat
pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara kaya dan miskin.
Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam . Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata?
Islam sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra (2000) menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda.
Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi.
Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan (Tag El Din, 2005). Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.
Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.
Wallahu ‘alamu bishowwab.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu pilar pertumbuhan adalah memprioritaskan produksi. Dalam point ini ada sebuah pertanyaan yaitu, proyek-proyek apa sajakah yang diprioritaskan dan layak dipilih dalam memproduksi suatu produk. Untuk menentukan prioritas produksi, maka dalam ekonomi Islam prioritas tersebut sangat tergantung kepada tingkat perkembangan ekonomi yang telah dicapai. Ini sangat berkaitan dengan tingkatan kebutuhan manusia. Tingkatan tersebut dapat dikatogorikan:
Ø Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival necesstities) yang berkaitan dengan barang-barang yang apabila tidak dimiliki oleh manusia akan menyebabkan dia meninggal. Contohnya makanan untuk orang yang kelaparan.
Ø Kebutuhan dasar (basic needs) yang berkaitan dengan barang-barang atau jasa yang apabila tidak dimiliki manusia menyebabkan kesulitan bagi mereka, walaupun tidak sampai menimbulkan kematian,contohnya ialah kebutuhan terhadap pakaian sederhana dan akomodasi.
Ø Kebutuhan pendukung (comforts) yang berakitan dengan barang-barang atau jasa yang menyebabkan kemudahan dan kenyamanan hidup, walaupun tanpa barang-barang tersebut hidup juga tidak akan mengalami kesulitan .Contohnya pakaian bagus, AC, dll.
Ø kenyamanan, tetapi juga memberikan prestise apabila mengkonsumsinya. Contohnya mobil mahal/mewah
Ø Barang-barang yang merusak (harmful items), yaitu barang-barang yang membahayakan dan merusak manusia seperti alkohol dan lain-lain.
Tingkat kebutuhan masing-masing kategori di atas berbeda antara satu orang dengan lainnya. Kebutuhan bertahan hidup (survival necessity) menempati tingkat tertinggi, bahkan pada kondisi darurat, barang-barang yang sebelumnya dilarang bisa menjadi halal.
Kebutuhan dasar (basic needs) merupakan satu hal yang mesti dijamin dalam konsep ekonomi Islam. Kebutuhan ini bahkan bisa dijadikan kriteria untuk mengukur garis kemiskinan seseorang. Dengan kata lain, seseorang yang mengalami kekurangan barang-barang ini bisa dianggap hidup di bawah garis kemiskinan. Prioritas produksi utama dalam ekonomi Islam adalah memproduksi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Jika kebutuhan dasar telah mampu dipenuhi secara baik dan maksimal, maka prioritas pertumbuhan selanjutnya diarahkan untuk memproduksi barang-barang pendukung, karena akan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Produksi barang-barang ini juga akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Sedangkan barang-barang mewah walaupun tidak dilarang, namun tidak dianjurkan. Dengan demikian, barang-barang ini tidak menjadi prioritas dalam konsep pertumbuhan ekonomi Islam. Adapun barang-barang yang merusak jelas tidak dibenarkan, karena tidak dibutuhkan dan bahkan merusak.
Pada akhirnya, laju pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dalam Islam merupakan hal yang alamiyah sebagai hasil dari proses pemanfaatan sumberdaya secara efisisien dan penuh.
Hal ini disebabkan karena tuntutan untuk mencapai kemakmuran material dalam islam menghendaki.
Ø Tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak sesuai dengan standart moral Islami
Ø Tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin dengan mendorong konsumsi yang mencolok
Ø Tidak boleh menimbulkan bahaya kepada generasi sekarang dan akan datang dengan merusak lingkungan fisik dan moral mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar