Kamis, 28 November 2013
Uang Dan Lembaga Keuangan
A.
Uang
1.
Sejarah Uang
Uang yang kita kenal sekarang ini telah
mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum
mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan
usaha sendiri. Manusia
berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana,
mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya
itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya
mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata
tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh
barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang
mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya.
Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem
ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang
yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan
untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai
pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya,
mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk
digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat
pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted)
benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang
merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan
sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi
tersebut masih terlihat sampai sekarang: orang Inggris
menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium
yang berarti garam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam
pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda
yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai
uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation)
menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan
benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama. Kemudian
muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih
sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum,
tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan
mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi
syarat-syarat tersebut adalah emas
dan perak.
Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money).
Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai
yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak
menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak
terbatas dalam menyimpan uang logam. Sejalan dengan perkembangan perekonomian,
timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus
dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan
perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk
transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas
yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai
alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang
beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak
yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan
penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi
menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya,
mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai
perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan
perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedakan
menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
2.
Fungsi Uang
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar,
sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Ø
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange
yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak
perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat
tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi
dengan pertukaran uang.
Ø
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of
account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam
barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan
menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa
(alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk
memperlancar pertukaran.
Ø
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta)
karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa
mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai
pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang
tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Ø
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain
yang disebut sebagai fungsi turunan.
Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat
pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan
alat untuk meningkatkan status sosial.
3. Syarat-Syarat Uang
Suatu benda dapat dijadikan sebagai "uang" jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity). Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).
4. Jenis Uang
Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.
5. Jenis Uang Menurut Pembuatannya
Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.
Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai.
Uang logam memiliki tiga macam nilai:
1.
Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang,
misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.
2.
Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap
harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00), atau
lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
3.
Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat
ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya
dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan
dengan semangkuk bakso).
Ketika pertama kali digunakan, uang
emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya, yaitu kadar dan
berat logam yang terkandung di dalamnya; semakin besar kandungan emas atau
perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak
dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah
nilai yang tercantum atau tertulis di mata uang tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud dengan
"uang kertas" adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar
dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran
yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat
dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
6.
Jenis Uang Menurut Nilainya
Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money)
dan uang tanda (token money)
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh
apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya dengan bahan
yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama dengan
nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Jika uang itu terbuat dari
emas, maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah
apabila nilai yang tertera diatas uang lebih tinggi dari nilai bahan yang
digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih besar
dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp1.000,00
pemerintah mengeluarkan biaya Rp750,00.
B. Lembaga Keuangan
1.
Defenisi Lembaga Keuangan
Perusahaan Keuangan merupakan
lembaga yang melaksanakan fungsi utama menyalurkan dana dari yang surplus/
berlebih kepada mereka yang kekurangan dana.
2.
Macam-Macam Lembaga Keuangan Di Indonesia
Lembaga keuangan dalam dunia
keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi
nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari
pemerintahan. Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara
pemilik modal dan pasar utang yang bertanggungjawab dalam penyaluran dana dari
investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga
keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian,
dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga
risiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian
menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan.
Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk
menghasilkan pendapatan. Struktur lembaga keuangan di Indonesia dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:
1. Lembaga
keuangan depository adalah lembaga keuangan yang menghimpun
dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan
2. Lembaga keuangan non depository adalah
lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat namun tidak berbentuk
lembaga perbankan
.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Husnan,
Suad dan Enny Pudjiastuti, (2004), Dasar-dasar Manajemen Keuangan,
Ed. 4, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Minggu, 24 November 2013
Perbedaan Pemilu Orba dan Pemilu Reformasi
Dalam menyambut Pemilu 2014 ruang-ruang publik dibanyak tempat sudah
mulai dipenuhi spanduk, bendera, dan berbagai bentuk promosi para caleg.
Semenjak reformasi bergulir telah berulangkali kita menyelenggarakan
Pemilu mulai dari daerah tingkat
dua hingga pusat secara langsung. Oleh karena itu sejumlah gambar,
foto, lambang partai dan bermacam bentuk alat propaganda dalam Pemliu
menghiasi ruang-ruang publik kita secara tidak beraturan. Mekanisme
pengawasan seolah tidak sanggup mengjhadapi serbuan yang demikian gencar
dan bertubi-tubi pemasangan beragam alat kampanye tersebut.
Dengan
banyaknya bermunculan alat-alat kampanye itu di ruang-ruang publik
pemandangan kota, daerah dan desa menjadi tidak indah untuk dilihat
karena jalan-jalan, tiang-tiang listrik, rumah, toko, perkantoran bahkan
hingga pohon-pohon dimanfaatkan sebagai media promosi para caleg dan
calon pemimpin. Akhirnya, terkesan ruang publik kita menjadi semrawut,
jorok, dan acak-acakan sehingga penataan ruang publik ini amburadul
dikepung dan disesaki oleh ribuan bahkan mungkin jutaan alat kampanye
yang tersebar luas dimana-mana. Kebersihan, keindahan dan kerapihan
ruang publik terganggu hampir setiap saat karena sejak reformasi sangat
sering dilakukan Pemilu langsung, akibatnya ruang publik menjadi korban
pemasangan alat-alat kampanye tersebut.
Situasi ini berbeda pada
masa orde baru dimana Pemilu hanya diadakan lima tahu sekali yang
diikuti oleh 3 partai (PDI, PPP dan Golkar). Pihak penguasa yang
dipimpin Soeharto tidak menyebut Golkar sebagai Parpol tetapi
kenyataannya mereka bergerak sebagai Parpol juga sama dengan PDI dan
PPP. Baru setelah reformasi Golkar baru menyebut dirinya secara
terang-terangan sebagai partai sehingga menjadi partai Golkar.
Pada
masa orde baru PDI dan PPP merupakan fusi dari sejumlah partai yang
demikian banyak seperti partai-partai yang ada pada masa awal-awal
reformasi. Namun dengan tangan besinya Soeharto berhasil memfusikan
banyaknya partai tersebut bergabuing kedalan dua partai yakni Partai
Demikirasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sehingga kontestan peserta Pemilu pada era orde baru hanya diiikuti 3
partai yakni PDI, PPP dan (partai) Golkar. Saat itu tidak ada Pemilu
langsung untuk memilih kepala daerah karena para kepala daerah bukan
dipilih tetapi ditunjuk dari pusat (Presiden). Sedangkan Presiden
dipilih oleh MPR bukan diplih langsung oleh rakyat seperti sekarang ini.
Satu
hal yang jelas bahwa pada era orde baru itu kita tidak sering melihat
umbul-umbul, foto, gambar, bendera partai yang menghiasi jalan-jalan
seperti sekarang ini karena hajatan Pemilu hanya dilakukan dalam lima
tahun sekali. Sehingga kebersihan dan ketertiban kota/daerah tetap
terjaga. Setelah selesai Pemlilu lima tahun sekali itu tidak ada lagi
gegap gempita dan riuh rendah kampanye sedangkan posisi kepala daerah
nantinya ditentukan dari pusat sebagai kepanjangan pemerintah pusat,
tidak melalui Pemilu langsung. Oleh karena itu instruksi dari pusat
berjalanb cukup efektif dalam satu komando perintah, sehingga bersifat
sentralistik.
Tentu saja sifat sentralistik ini ada baik dan ada
buruknya. Para analis, pengamat dan pemangku kepentingan politik
sebaiknya mulai meninjau ulang kembali azas manfaat dan mudharat dari
kedua sistem pemilu (Orba dan Reformasi) tersebut, karena kita melihat
dan merasakan sendiri berbagai dampak negatif dari Pemilu langsung untuk
pemilihan daerah dan banyaknya partai yang terlibat dalam Pemilu di
negeri ini. Biaya sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dari sistem banyak
partai dan banyak Pemilu luar biasa, sehingga enersi, perhatian dan
waktu tersita dengan urusan-urusan pesta demokrasi tersebut.
Dalam
pasal 4 Pancasila disebutkan "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan" ternyata jika pada
masa Orba kegiatan permusyawaratan dilakukan oleh MPR dalam memilik
pemimpin (Presiden) nya. Sedangkan pada masa reformasi dipilih langsung
oleh rakyat. Pancasaila yang dianggap sebagai adsar negara ditafsir
berbeda oleh wakil rakyat dan MPR yang mengamandemen sistem pemilihan
Presiden di Indonesia.
Sementara itu kata perwakilan pada saat
Orba dimaknai sebagai perwakilan golongan, utusan dan tokoh-tokoh
masyarakat sementara pada masa Reformasi diwakilkan oleh Dewan
Perwakilan daerah (DPD) yang akalu dinegara Barat disebut sebagai
senator. Inilah tafsir yang berbeda satu sama lain dalam proses rentang
waktu satu dua dekade ini dalam percatiran politik di Tanah AIr. Kini
kita yang merasakan dampak dari berubahnya sistem Pemilu yang dilakukan
di negeri ini.
Langganan:
Postingan (Atom)