Dalam menghadapi dunia, anda itu semut, laba-laba, atau lebah? Menurut Sir Francis Bacon, orang itu bisa bersikap seperti semut, laba-laba, atau lebah. Maksudnya apa? Semut itu terus bergerak, bekerja keras setiap hari mengambil apa saja yang ada. ...Hidup itu mengalir seperti sungai. Menghadapi dunia secara aktif tapi apa-ada...nya. Tidak ada stres nya. Pokoknya apa yang ada didepannya, apa yang diberikan oleh hidup, diambilnya, dan dibawa ke sarangnya untuk dinikmati. Mau gula, mau bangkai, ia gotong bawa pulang. Kalau laba-laba itu terbalik. Dia banyak diam, mikir. Dia membangun dunia dari dalam dirinya. Rumahnya, penghidupannya, semua dari dalam dirinya. Ia mengeluarkan sarang laba-laba dari kelenjar dalam tubuhnya. Sarangnya rumit dan detail. Serumit jalan pikirannya. Kemudian ia pasif, diam, menunggu. Sekali-kali ada makhluk lain yang tersesat, masuk ke dalam jaringannya. Baru perlahan-lahan ia mendekati makhluk malang itu, kemudian menyantapnya. Ia memprosesnya, mencernanya. Untuk kemudian dijadikan, antara lain, kelenjar membangun sarangnya. Kemudian diam lagi, merenung, menunggu. Kalau tidak ada yang nyasar ke dalam kehidupannya, maka matilah laba-laba dengan merana. Nothing happens in its life, unless there is an accident. Yang mengambil jalan tengah adalah lebah. Ia aktif seperti semut. Ke sana ke mari. Tapi ia selektif. Ia mencari bunga yang indah. Kembang yang cantik. Madu yang harum. Kalau ketemu, ia mengitarinya dengan senang, dan mengambil tetesan madu. Lebah itu mencari kembang cantik dalam kehidupan, dan mendapatkan tetesan madu sebagai oleh-olehnya. Tidak lupa sebelum pulang ke sarang, lebah membantu sang bunga untuk mendapatkan kekasih hati mereka, jodoh mereka, melalui penyerbukan. Kemudian lebah membawa tetesan madu itu ke sarangnya. Memprosesnya. Baik untuk keperluanya maupun untuk keperluan komunitas lebah. Bahkan kitapun bisa menikmati berlimpah madu yang nikmat. Lebah itu mengambil apa yang diberikan kehidupan, memprosesnya, kemudian mengembalikannya sebagai persembahan bagi kehidupan orang lain/makhluk lain. Jadi, anda bisa pilih : Mau hidup sibuk seperti semut, hidup cuek seperti laba-laba, atau hidup indah berbuahkan madu seperti lebah?
Minggu, 12 Juni 2011
Kamis, 09 Juni 2011
KETIKA SANG BUNDA (KEMBALI) BERTANYA
Hari masih pagi, ketika Asma menerima telpon dari sang Bunda. Sejenak diletakkannya sapu lidi yang tadi digunakan menyapu halaman. Disekanya keringat yang mengalir disudut-sudut wajah. Seperti biasa, dengan penuh takzim disapanya sang Bunda. “Apa kabar Bun? Tak biasanya nelpon pagi-pagi begini”, tanyanya dengan ceria.
“Ahh... tadi malam bunda bermimpi sakit parah. Bunda berpikir kalau-kalau itu pertanda dari Allah bahwa umur bunda tak lama lagi...”, suara Bunda terdengar lemas di seberang sana. “Jangan terlalu dipikirkan Bun, namanya juga mimpi. Makanya sebelum tidur Bun minta sama Allah supaya mimpi ketemu saya saja...”, Asma berusaha menghibur hati Bunda. “Nak... kapan lagi kau akan menikah...? Ingat umur nak.... Lagi pula, Bunda ingin melihatmu menikah sebelum....”, Bunda terisak, tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Sungguh, entah untuk keberapa kalinya Bunda bertanya seperti itu pada Asma. Tapi kali ini, pertanyaan Bunda semakin membuat iba hati karena dilengkapi dengan tangis dan kisah kematian. Ini penggalan kisah lainnya dari hidup seorang muslimah yang menurut kebiasaan setempat tergolong lambat menikah.
Jika berada dalam posisi seperti ini, apa yang harus kita lakukan? Jawaban apa yang harus kita berikan pada sang Bunda? Kalau ditanya tentang keinginan menikah, perempuan normal mana yang tak ingin menikah? Apalagi kalau menikahnya dengan lelaki sholeh yang tampan, cerdas, kaya dan dari keluarga terhormat. Paket komplit lah! Tapi toh, yang namanya jodoh ada di tangan Allah. Tak bisa diprediksi! Kita manusia hanya disuruh berusaha optimal, tentu dengan niat dan cara yang baik. Jika usaha mencari jodoh ini dilakukan dengan niat dan cara yang benar, insya Allah akan berkah dan bernilai ibadah. Namun jika sebaliknya, justru akan menjadi dosa dan mendatangkan azab Allah. Na’udzubillah!
Lumrah, bahkan sangat naluriah. Setiap Bunda pasti menginginkan kebahagiaan untuk anaknya. Setiap Bunda pastinya berharap melihat anak perempuannya menikah dengan seorang lelaki yang bisa menjadi imam dunia-akhirat. Sebenarnya, ini adalah bagian dari naluri ke-ibu-an sang Bunda yang selalu ingin melindungi “gadis kecilnya”. Ya, dimata sang Bunda, kita selalu menjadi anak kecil yang butuh belai kasih serta bantuannya. Lihat saja bagaimana sang Bunda rela membuatkan masakan kesukaan kita di usia senjanya, atau sekedar memijat kepala kita yang sakit, padahal kita adalah seorang perempuan dewasa yang mampu berbuat banyak hal di belakang Bunda.
Maka pahamilah bahwa pertanyaan Bunda itu hanyalah luapan khawatirnya akan kebahagiaan dan kenyamanan kita. Ketika bunda bertanya, sikapilah dengan wajar dan bahagia. Sama seperti kita bahagia ketika sang Bunda mengingatkan kita untuk makan, istirahat, atau beli baju lebaran saat kecil. Bersukurlah Allah masih beri kesempatan kita punya sang Bunda yang selalu menemani tiap fase hidup ini. Senyumlah dengan tulus pada Bunda. Jika dekat dengannya, sering-seringlah mencium tangan dan pipinya, serta “bergelayut” di pundaknya yang mungkin mulai renta. Jika jauh, sering-seringlah mengucapkan bahasa cinta padanya.
Sekali lagi, adalah sangat wajar jika sang Bunda selalu bertanya. Lalu, mesti jawab apa? Sebelum memikirkan jawaban yang baik untuk sang Bunda, ada hal yang harus kita lakukan yaitu berusahalah mendapat jodoh yang baik. Status sebagai perempuan tak berarti kita tidak berusaha menemukan sang jodoh idaman sesuai kriteria kita. Tampaknya, kita memang harus lebih banyak beribrah kembali pada kisah-kisah wanita sholehah terdahulu. Ingatlah bagaimana ibunda Khadijah berusaha menemukan jodohnya melalui bantuan sang utusan yang menemui Rasulullah. Bahkan, sebelumnya Khadijah telah pula menguji keluhuran akhlak dan kepiawaian pribadi Rasulullah sebelum memutuskan mengirim utusan. Sebagai uji coba, perniagaan besar Khadijah dipercayakan pada pemuda al-amin, Muhammad SAW. Itulah yang dilakukan Khadijah hingga memperoleh posisi istimewa di hati Rasulullah SAW. Hingga sepeninggal beliau pun, Rasulullah masih selalu menyebutnya hingga Aisyah pun cemburu. Karena memang Khadijah bukan sembarang perempuan.
Ingat pula bagaimana Umar bin Khattab berusaha menemukan suami terbaik bagi Hafshah anaknya. Umar pergi menemui sahabat-sahabat kenamaan yang kemudian menolak permintaan Umar agar mereka menikahi anaknya. Sebagai orang tua, Umar berusaha memberikan yang terbaik bagi putrinya. Dan ternyata, tempat Hafshah adalah di sisi Rasulullah. Lengkap sudah!
Ingat pula bagaimana seorang gadis desa di Kufah berusaha menemukan jodoh terbaiknya dengan menghiasai diri dengan segala keutamaan akhlak dan kekuatan ibadah. Hingga sang ayah mengatakan bahwa anak gadisnya adalah buta, tuli, bisu dan lumpuh ketika meminta seorang pemuda menikahi si gadis. Pemuda itu adalah seorang musafir yang datang mengakui salah dan meminta izin karena terlanjur memakan buah dari kebun mereka tanpa izin. Benar-benar penyeleksian kekuatan iman dan kematangan azzam, bagi calon suami. Akhirnya Allah nikahkan wanita terjaga itu dengan seorang lelaki sholeh, Tsabit bin Ibrahim. Dari pernikahan mereka lahir ulama besar Imam Abu Hanifah. Subhanallah...!
Bercermin dari kisah-kisah tersebut, maka seorang perempuan harus berusaha menemukan jodohnya. Tak boleh hanya berlindung dibalik dalil “jodoh di tangan Allah, kalaulah jodoh tak kan kemana”. Maka, “kejarlah” jodohmu wahai para perempuan. Tapi bukan “kejar-kejaran” yang tak tentu arah dan tak peduli aral melintang, seperti syair-syair pujangga cinta. Kejarlah dalam jalan yang benar, diantaranya:
v Luruskan niat: menikah untuk ibadah,mengikut sunnah Rasulullah.
v Tingkatkan kualitas diri: perbanyak ibadah, perbaiki akhlak, pelihara fisik serta perluas ilmu dan wawasan.
v Luaskan pergaulan dengan pergaulan yang baik.
v Mintalah bantuan orang tua, guru atau orang-orang terpercaya untuk mencarikan pasangan yang baik.
v Perbanyak do’a dalam bingkai khauf dan raja’.
Itulah diantara usaha menemukan jodoh yang baik. Maka berusahalah dengan segala cara yang baik. Berusaha dan teruslah berusaha, tanpa pernah lelah atau putus asa. Jika sudah berusaha, maka hasilnya adalah hak Allah. Pada titik ini, berlakulah yang namanya takdir. Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hambaNya. Baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah. Demikian pula sebaliknya. Hanya Allah yang tahu, kapan masanya dan siapa jodoh terbaik bagi kita. Kalaupun agak lambat menikah, toh masih banyak jalan lain beribadah menuju syurga. Inilah pentingnya niat yang lurus itu. Berusaha adalah wilayah kerja kita, sedangkan penentuan hasil adalah hak mutlak Allah Sang Pencipta. Ikuti saja aturan mainnya dengan gembira!
Jangan lupa, beri tahu sang Bunda tentang segala usaha kita. Biarkan Bunda tahu, bahwa kita tidak sedang berpasrah saja. Jangan sungkan sesekali “menggoda” sang Bunda, menagih dicarikan jodoh yang baik. Toh, sang Bunda pastinya sudah lebih berpengalaman... Tentunya bagian kalimat “jodoh yang baik” itu harus diberi penekanan. Berusahalah membangun komunikasi dialogis yang harmonis-romantis dengan orang tua tentang masa-masa penantian ini. Sebab, baik kita maupun orang tua, sama-sama butuh saling menguatkan untuk tetap yakin dengan keMaha-Pengasihan Allah SWT. Keberhasilan dalam tahap ini akan memudahkan kita menjawab ketika sang Bunda (kembali) bertanya.
Jika sang Bunda (kembali) bertanya, marilah kita merajut serangkai kata untuk menentramkannya. Tiap kita tentu lebih tahu, kalimat seperti apa yang Bunda kita lebih sukai. Di samping bahasa verbal, ada jalinan hati yang sangat kuat antara kita dan sang Bunda. Maka sebenarnya, sebelum serangkai kata terucap, hati kita harus lebih dahulu bicara pada sang Bunda. Biarkan hati Bunda menangkap sinyal keyakinan dan ketentraman hati kita terhadap takdir Allah. Jika hati kita pun gundah dan tentu arah, maka jangan berharap Bunda bisa tentram hatinya.
Jika sang Bunda (kembali) bertanya, bicaralah melalui hati dan lisan kita. Berikan sang Bunda kalimat-kalimat ceria, optimis dan penuh keyakinan pada kemurahan Allah SWT. Jangan beri celah untuk Bunda khawatir, apalagi sampai mempertanyakan takdir. Bicaralah dengan lembut dan penuh kasih. Meski sang Bunda (kembali) bertanya setiap harinya. Jangan pernah bosan, apalagi jengkel padanya. Bersykurlah. Insya Allah, kedewasaan kita menyikapi pertanyaan demi pertanyaan Bunda, akan membantunya untuk lebih sabar dan tawakkal. Sang Bunda tak kan kalah dengan kesabaran dan ketawakkalan anaknya. Toh, sang Bunda jualah yang turut mengajarkan kita tuk sabar dan tawakkal.
Jika sang Bunda (kembali) bertanya, bahagialah atas kasih sayangnya. Jika sang Bunda (kembali) bertanya, bersyukurlah masih diberi kesempatan diperhatikannya. Jika sang Bunda (kembali) bertanya, jawablah dengan baik dan ikhlas. Jika sang Bunda (kembali) bertanya, tetaplah sabar dan istiqomah. Panjatkan saja do’a setiap waktu, mohon kemurahan dan petunjuk Allah SWT. Yakinlah, Allah Maha Mendengar setiap pinta hambaNya. Wallahu a’lamMinggu, 05 Juni 2011
MAHASISWA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN
Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus.
Harapan besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa, negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional mereka perturutkan. Wakil Ketua Sumbar Intellectual Society (SIS) Musfi Yendra S IP menekankan, berbagai perubahan yang terjadi di belahan dunia ini sebagian besar dicatatkan oleh mahasiswa.
Reformasi sebagai momen penting di Indonesia pun, adalah hasil perjuangan mahasiswa dengan gerakannya. “Alam kebebasan berdemokrasi, tanpa tekanan otoriter sekarang ini adalah buah dari pola-pola gerakan yang dilakukan oleh kaum terdidik yang ingin bangsanya mengalami perubahan,” terangnya.
Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, menurut mahasiswa Program Pascasarjana Unand ini, memiliki beberapa peran penting. Pertama, sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. “Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa. Kongkritnya sebagai penerus tonggak estafet bangsa,” lanjutnya.
Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. “Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan,” tambahnya.
Ketiga, mahasiswa sebagai agent of problem solver. Dimana, mahasiswa harus menjadi generasi yang memberikan solusi dari setiap persolaan yang terjadi dalam lingkungan dan bangsanya sendiri. Dengan berbagai analisa dan kajian-kajian akademik yang dilakukan, semestinya mahasiswa bisa membantu jalan keluar terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh pengambil kebijakan.
Keempat, mahasiswa sebagai agent of control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara. Berpijak dari ungkapan Jo Grimmond, mantan anggota Parlemen Inggris, mahasiswa harus berontak terhadap birokrasi dalam semua bentuk dan sikapnya. “Mahasiswa harus berontak terhadap pikiran yang hanya berpikir dalam rangka organisasi yang dianutnya atau terhadap kelaziman-kelaziman yang telah di-indoktrinasi-kannya,” lanjut Musfi.
Baik terhadap determinisme ekonomi dan teknik, penggunaan pendidikan yang menghasilkan budak-budak bagi suatu teknokrasi yang digerakkan oleh mesin, para profesor yang memberikan sedikit waktu di universitas-universitas di mana katanya mereka harus mengajar.
Konflik Internal, Kekerdilan Jiwa
Peran dan fungsi mulia mahasiswa sering mereka cederai sendiri. Hal ini menunjukkan satu bentuk indikasi kekerdilan jiwa mahasiswa, dengan melakukan konflik internal dalam satu kampus. “Dinamikanya tidak pada hal-hal yang subtansi, seperti tersinggung oleh kata-kata, merasa tidak dihargai oleh junior atau mahasiswa dari fakultas lain. Pemicu lainnya, karena perebutan teman perempuan dan sebagainya. Akibat yang ditimbulkan adalah anarkisme,” terangnya.
Merusak fasilitas kampus dengan membabi buta dan menganggu proses belajar mengajar (PBM) mahasiswa lain, lumrah dilakukan dengan alasan di atas. Terakhir, fenomena di kampus Universitas Negeri Padang (UNP) tanggal 20 September lalu, antara Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Musfi mencatat, tidak seharusnya kampus pencetak calon pendidik itu, berubah mencekam di bulan Ramadhan yang seharusnya penuh kedamaian. Tidak jelas apa yang dipersoalkan, akhirnya diselesaikan dengan cara tawuran seperti preman. “Wajah pendidikan Sumatera Barat tercoreng ulah mereka. Hampir seluruh media cetak dan elektronik nasional menayangkan beritanya. Kita sebagai masyarakat tentu sangat menyayangkan kejadian ini,” lanjutnya.
Untuk itu, menurutnya ke depan mahasiswa mesti mengarahkan energinya kepada hal yang lebih membangun dan kritis. Budaya gerakan massa yang dipunyai oleh mahasiswa sebagai kekuatan, harusnya diarahkan kepada kontrol terhadap kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat.
Harapan besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa, negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional mereka perturutkan. Wakil Ketua Sumbar Intellectual Society (SIS) Musfi Yendra S IP menekankan, berbagai perubahan yang terjadi di belahan dunia ini sebagian besar dicatatkan oleh mahasiswa.
Reformasi sebagai momen penting di Indonesia pun, adalah hasil perjuangan mahasiswa dengan gerakannya. “Alam kebebasan berdemokrasi, tanpa tekanan otoriter sekarang ini adalah buah dari pola-pola gerakan yang dilakukan oleh kaum terdidik yang ingin bangsanya mengalami perubahan,” terangnya.
Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, menurut mahasiswa Program Pascasarjana Unand ini, memiliki beberapa peran penting. Pertama, sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. “Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa. Kongkritnya sebagai penerus tonggak estafet bangsa,” lanjutnya.
Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. “Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan,” tambahnya.
Ketiga, mahasiswa sebagai agent of problem solver. Dimana, mahasiswa harus menjadi generasi yang memberikan solusi dari setiap persolaan yang terjadi dalam lingkungan dan bangsanya sendiri. Dengan berbagai analisa dan kajian-kajian akademik yang dilakukan, semestinya mahasiswa bisa membantu jalan keluar terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh pengambil kebijakan.
Keempat, mahasiswa sebagai agent of control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara. Berpijak dari ungkapan Jo Grimmond, mantan anggota Parlemen Inggris, mahasiswa harus berontak terhadap birokrasi dalam semua bentuk dan sikapnya. “Mahasiswa harus berontak terhadap pikiran yang hanya berpikir dalam rangka organisasi yang dianutnya atau terhadap kelaziman-kelaziman yang telah di-indoktrinasi-kannya,” lanjut Musfi.
Baik terhadap determinisme ekonomi dan teknik, penggunaan pendidikan yang menghasilkan budak-budak bagi suatu teknokrasi yang digerakkan oleh mesin, para profesor yang memberikan sedikit waktu di universitas-universitas di mana katanya mereka harus mengajar.
Konflik Internal, Kekerdilan Jiwa
Peran dan fungsi mulia mahasiswa sering mereka cederai sendiri. Hal ini menunjukkan satu bentuk indikasi kekerdilan jiwa mahasiswa, dengan melakukan konflik internal dalam satu kampus. “Dinamikanya tidak pada hal-hal yang subtansi, seperti tersinggung oleh kata-kata, merasa tidak dihargai oleh junior atau mahasiswa dari fakultas lain. Pemicu lainnya, karena perebutan teman perempuan dan sebagainya. Akibat yang ditimbulkan adalah anarkisme,” terangnya.
Merusak fasilitas kampus dengan membabi buta dan menganggu proses belajar mengajar (PBM) mahasiswa lain, lumrah dilakukan dengan alasan di atas. Terakhir, fenomena di kampus Universitas Negeri Padang (UNP) tanggal 20 September lalu, antara Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Musfi mencatat, tidak seharusnya kampus pencetak calon pendidik itu, berubah mencekam di bulan Ramadhan yang seharusnya penuh kedamaian. Tidak jelas apa yang dipersoalkan, akhirnya diselesaikan dengan cara tawuran seperti preman. “Wajah pendidikan Sumatera Barat tercoreng ulah mereka. Hampir seluruh media cetak dan elektronik nasional menayangkan beritanya. Kita sebagai masyarakat tentu sangat menyayangkan kejadian ini,” lanjutnya.
Untuk itu, menurutnya ke depan mahasiswa mesti mengarahkan energinya kepada hal yang lebih membangun dan kritis. Budaya gerakan massa yang dipunyai oleh mahasiswa sebagai kekuatan, harusnya diarahkan kepada kontrol terhadap kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat.
COMMANDS, NEGATIVE COAMMANDS, NEGATIVE INDIRECT COMMANDS
PEMBAHASAN
A. Commands
Berisikan perintah kepada seseorang untuk mengerjakan suatu hal tertentu. Ciri kalimat ini adalah dipergunaknnya kata kerja bentuk pertama pada awal kalimat jika perintah tersebut berupa kata kerja. Sedangkan jika perintah berupa kata sifat, maka kita pergunakan be pada awal kalimat yang kemudian diikuti oleh kata sifat (adjective), dan juga diikuti oleh kata keterangan (adverb), atau kata benda (noun). Perhatikan contoh berikut:
a. Perintah berupa kata kerja (verb)
· Go home and take a rest. You’ll fine.!
· Take some pain pills, please!
· See the doctor and get some medicines from the drugstore!
· Eat breakfast in the morning. It’s very good for you!
b. Perintah berupa kata sifat (adjective), kata keterangan (adverb), atau kata benda (noun)
· Be careful and be sure! (adjective)
· Be ready to go now! (adjective)
· Be here as soon as possible! (adverb)
· Be a good man! (noun)
B. Negative Commands
Berisikan larangan yang ditujukan kepada seseorang agar tidak melakukan suatu hal tertentu. Ciri kalimat itu adalah dipergunakannya don’t pada awal kalimat yang kemudian diikuti oelh kata kerja I ataau kita menambahkan be terlebih dahulu untuk kemudian diikuti oleh kata sifat, kata keterangan, ataupun kata benda.
a) Larangan berupa kata kerja
· Don’t go home!
· Don’t take any pain pills!
· Don’t see the doctor!
· Don’t eat breakfast too much!
b) Larangan berupa kata sifat, kata keterangan, kata benda.
· Don’t be careless and be doubtful!
· Don’t be lazy to go now!
· Don’t be here so soon!
· Don’t be bad boy. Everyone will hate you!
C. Negative Indirect Commands
Adalah kalimat larangan langsung, dan negative indirect commands baisanya menggunakan kata kerja ask, tell, order, or say. Apabila di indirect commands kata kerja tadi diikuti oleh (to + verb) maka di negative indirect commands ditambahkan not sebelum to. Contoh:
· I told Rachel not to walk that way to school
· Abigail ordered Jerry not to pull her hair
· Please ask the kids not to make so much noise
· Sue asked the hairdresser not to sh orten her hair length
.
.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ø BB, Founder of GMAT Club, GMAT Ultimate Grammer, 2010
Ø Pardiyono, Drs, Pasti Bisa Communication Grammar For EASY CONVERSATION, ANDI, 2004.
Ø Winarno, Dwi, Ellan, Belajar Tuntas Tata Bahasa Inggris (Tanpa Guru), Pustaka Pelajar,1999
Langganan:
Postingan (Atom)